Zakat Profesi, Tunaikan sebelum dibawa Pulang

Sebagai seorang muslim yang taat, tentu kita akan berusaha mengikuti perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan Allah Swt dengan sekuat tenaga. Termasuk dalam hal harta yang diterima dari usaha atau pekerjaan kita.

Di dalam ajaran Islam, setiap harta yang kita terima terdapat hak Allah di sana. Itulah yang kita kenal selama ini dengan istilah zakat. Beda dengan atribut kedermawanan lain seperti sedekah, infak serta wakaf, zakat mempunyai hitungan sendiri untuk ditunaikan. Dan tentang hal ini, Allah telah mengaturnya dengan jelas melalui Al Quran surat At-Taubah ayat 60.

Di lihat dari dimensinya, ibadah zakat merupakan ibadah yang sangat unik. Selain berdimensi vertikal, yakni bentuk kepatuhan kepada perintah Allah, zakat juga memiliki dimensi horizontal (sosial) untuk meringankan beban kaum dhuafa. Pada masa keemasannya, zakat bahkan pernah mengangkat kemuliaan kaum muslimin dengan mengentaskan kemiskinan seperti pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz di mana tidak ditemukan seorang pun yang mau menerima zakat.

Tentang Zakat Profesi

Lalu bagaimana dengan zakat profesi atau zakat penghasilan? Zakat penghasilan memang baru muncul akhir tahun 90-an. Itupun hasil ijtihad dari beberapa kalangan ulama kontemporer seperti Syeikh Abdul Wahhab Khallaf, Syeikh Abu Zahrah, Yusuf Qaradhawi, Prof. Didin Hafidhuddin, Quraisy Syihab termasuk telah difawakan oleh dua lembaga Indonesia : Majelis Tarjih Muhammadiyah dan MUI (Majelis Ulama Indonesia).

Seiring dengan tujuan dan kemanfaatan dari zakat profesi yang begitu luas, zakat telah diterima di tengah masyarakat.

Ditinjau dari sisi yang lain, zakat profesi sangat sesuai dengan prinsip keadilan Islam. Coba bayangkan, sungguh tidak adil bilamana seorang petani yang bekerja sangat keras untuk mewujudkan hasil pertaniannya, setiap panen tiba harus mengeluarkan zakat pertanian sebesar 5 hingga 10 % sementara kaum profesional yang memiliki penghasilan lebih besar dari petani tersebut tidak dikenai zakat. Padahal penghasilan mereka jauh lebih besar dan kantornya pun nyaman dan sejuk. Berbeda sekali dengan para petani yang bermandi peluh dan berendam lumpur seharian.

Sedangkan dari aspek sosial, zakat profesi sejatinya sangat berperan bagi perwujudan keadilan sosial. Menurut Ahmad Gozali, Perencana Keuangan Safir Senduk dan Rekan, di dalam majalah Sharing zakat adalah investasi sosial. Selain pahalanya disebutkan secara tegas di dalam Al Quran bahwa setiap harta yang kita keluarkan akan mendapat balasan sebesar 700 kali lipat,  entah dengan harta yang sama maupun dalam bentuk yang berbeda yang tidak kita sadari, dengan berzakat kita telah berperan secara aktif dalam memerangi kemiskinan. Keuntungan lain bagi orang yang berzakat, sejalan dengan menurunnya tingkat kemiskinan tingkat kriminalitas juga semakin menurun sehingga lingkungan kerja dan usaha semakin kondusif.

Setiap penghasilan, apapun jenis pekerjaan yang menyebabkan timbulnya penghasilan tersebut diharuskan membayar zakat bila telah mencapai nisab. Pekerjaan apa saja? Bisa Dokter, Pegawai Negeri Sipil, Karyawan Swasta, Akuntan, konsultan, artis, entrepreneur dan sebagainya. Hal tersebut didasarkan pada firman Allah swt : “Hai orang-orang yang beriman, infaqkanlah (zakat) sebagian dari usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.(QS Al Baqarah [2] : 267).

Menghitung Zakat Profesi

Nisab zakat profesi disandarkan pada qiyas zakat pertanian dan zakat emas. Nisab zakat pertanian itu 520 kg beras dan nisab zakat emas sebesar 85 gram. Jadi jika sekarang 1 kg beras, seharga Rp 8000 maka, nisab zakatnya sebesar Rp 4.160.000,- sedangkan harga 1 gram emas adalah sebesar Rp500.000,- maka nisab zakat emas adalah sebesar Rp4.250.000,-.

Jadi dengan contoh di atas, nisab minimal zakat profesi adalah antara Rp 4.160.000,- ini berarti bahwa jika penghasilan kita sudah lebih dari Rp 4.160.000 maka sudah terkena kewajiban zakat. Sedangkan besarannya adalah sebesar 2,5%

Cara paling aman untuk menunaikan zakat adalah dengan menunaikan zakat penghasilan begitu diterima. Dikenal pula dengan zakat bruto. Hal ini salah satu bentuk kehati-hatian dan kecintaan kita terhadap perintah Allah Swt.

Cara kedua juga bisa dilakukan, jika kita mempunyai kewajiban lain seperti hutang. Ini juga sering disebut sebagai pengeluaran zakat netto (bersih). Misalkan kita punya penghasilan sebesar Rp 6 juta rupiah. Sedangkan masih ada cicilan motor sebesar Rp 500 ribu tiap bulan. Maka, zakat yang dibayarkan adalah = 2,5% x (Rp6 juta – Rp 500 ribu) = Rp 137.500,-

Untuk informasi lebih lanjut tentang cara menghitung zakat dan menunaikannya, bisa menghubungi langsung CS Dompet Dhuafa Sumatera Selatan, Jl Angkatan 66 No 435C Sekip Ujung Palembang. Nomor Telpon 0711 814 234, SMS 0811 713 746, PIN BB 25B23E50. Dan jangan lupa follow juga @DDSumsel untuk mendapatkan infomasi terkini. (KJ-04)

bagikan ke >>

WhatsApp
Facebook
Twitter