Yandes Effriady : Modal Awal Itu Keberanian

Yandes
Yandes

Yandes Effriady paling kanan, saat peringatan Milad Kampus Yakin ke-3 Tahun.

Tiga tahun tidak terasa Kampus Yakin telah berdiri dan berjalan. Banyak pihak yang telah bersama-sama di sini, dalam rangka mencari investasi akhirat. Ya, investasi akhirat. Bila bicara investasi, maka kita bukan bicara tentang hari ini. Namun jauh ke depan. Apa yang kita lakukan, pasti akan kita tuai, akan kita panen.

Jika kita menanam yang baik maka kita akan menuai yang baik. Jika kita menanam yang jelek, maka kita pun akan menuai yang jelek pula. Apa yang kita lakukan, itu akan mendapatkan hasil yang baik di masa yang akan datang.

Tiga tahun sudah Kampus Yakin telah berdiri. Dulu pas tiga tahun yang lalu, anak-anak ini masih kecil-kecil. Sekarang yang umurnya sepuluh tahun, berarti dulu masih tujuh tahun. Yang sekarang 13, dulu masih sepuluh tahun.

Saya merasa sangat bangga melihat anak-anak mementaskan banyak keterampilan. Ada drama, ada baca puisi, musik dan sebagainya. Belum lagi jika melihat laman Facebook mereka, sangat ramai aktivitasnya.

Ada pertemuan dengan komunitas ini, ada kunjungan dari komunitas yang lain. Itu suatu kebanggaan bagi saya pribadi. Saya ingat betul. Tiga tahun yang lalu, anak-anak ini kayaknya masih malu-malu. Apalagi saat diminta untuk maju ke depan.

Beda sekali dengan sekarang mereka sudah berani. Itu bagi saya luar biasa. Saya meyakini bahwa modal utama kesuksesan itu adalah keberanian. Kalau sudah berani dan punya cara berpikir yang positif, yang lain bisa menyusul. Ilmu bisa dikejar dan dipelajari.

Jangan sebaliknya. Percuma banyak ilmu, jika tidak punya keberanian. Nah penampilan anak-anak tadi sebagai ajang latihan untuk melatih mental mereka supaya berani. Berani menyampaikan pendapat, ide-ide, dan sebagainya. Itu modal dan saya minta diteruskan.

Saya berkata di depan anak-anak. Itu yang cowok-cowok kulitnya item-item. Jangan salah, itu artinya sehat. Meeka sering bermain keluar. Tidak apa-apa, teruskan bermain. Main bola, main macem-macem. Intinya outdoor. Jangan hanya main di dalam rumah saja. Kita harus berinteraksi dengan lingkungan sekitar.

Saya dulu, kata orang anak nakal. Waktu kecil suka mandi dan berenang di sungai yang ada di dekat RS Hermina. Dulu itu sungai, sekarang saja sudah berubah menjadi got.

Saya dibilang nakal, tapi nyatanya saya itu orangnya kreatif. Setelah saat ini saya baca buku lagi, saya itu kreatif tidak mau terkungkung oleh hal-hal yang monoton, selalu mencoba mencari jalan keluar.

Apa yang kita lakukan untuk mendobrak kemonotonan, itu yang dianggap orang sebagai anak nakal. Padahal tidak ada itu anak nakal. Yang ada pemberani. Anak yang kreatif.

Jadi ketika kita mencoba sesuatu yang baru itu bukan nakal, tetapi sedang mengeksplor. Justru nanti ke depan akan sangat bermanfaat hasil dari mengeksplor ini. Umumnya dari yang saya baca, data statistik menunjukkan justru anak-anak yang nakal itu yang sukses. Ini nakal dalam tanda petik ya, bukan yang negatif, kriminal misalnya.

Anak-anak badung seperti ini yang biasanya sukses. Saya punya teman SMA, yang dulunya dianggap badung dan sepertinya tidak punya masa depan. Ternyata sekarang sukses, sudah jadi orang. Jadi nakal itu tidak apa-apa untuk eksplorasi.

Jadi ceritanya, sampai suatu ketika, saya tidak naik kelas. Memalukan sebenarnya untuk diceritakan, tapi tidak apa-apa mudah-mudahan bisa inspirasi bagi kita semua. Saat tidak naik kelas itu, sempat muncul perasaan inferior.

Minder, rendah diri. Rasanya orang lebih pintar, lebih gagah, lebig hebat, Sedangkan saya berada di paling bawah. Padahal kan sejatinya, kegagalan itu sukses yang tertunda. Kegagalan bukanlah kemalangan, melainkan tantangan pada waktu itu.

Setelah sempat down beberapa waktu, sampai kemudian Allah membukakan mata saya. Saat main ke rumah teman, saya membaca buku bagus yang berjudul Berpikir dan Berjiwa Besar. Buku ini menjadi pembuka jalan berpikir saya. Bahwa hidup itu harus jadi orang besar.

Dari sanalah, perubahan besar dalam hidup saya. Buku itu saya baca berulang-ulang kali. Puluhan kali. Ketika saya kehilangan orientasi, maka saya baca buku itu, tentu selain Al Quran dan Al Hadist. Luar biasa. Inti dari buku itu, jika kita mau sukses, ikuti jalan orang sukses. Jika mau jadi orang besar, maka ikuti jalan orang besar. (KJ-04) 

bagikan ke >>

WhatsApp
Facebook
Twitter