Entah mengapa, jika sudah berbicara masalah kesehatan, banyak di antara para remaja yang tidak terlalu aware. Apalagi masalah asupan makanan dan gizi. Psikologi remaja yang cenderung ‘memberontak’ dengan aturan mainstream di sekitarnya ditambah dengan bombardir iklan fast food menjadikan remaja memandang remeh permasalahan gizi ini.
Hal itulah yang dikhawatirkan oleh dr. Julius Anzar, Sp. A. (K), tenaga kesehatan dari Rumah Sakit Mohammad Hoesin (RSMH) saat menjadi narasumber dalam talk show Kesehatan Reproduksi Remaja di Radio Republik Indonesia (RRI) Palembang, Rabu (27/1) lalu.
Menurutnya, setiap orang membutuhkan gizi. Karena gizi adalah suatu ilmu tentang makanan dan bagaimana mengatur pola makan yang sehat.
“Gizi harus seimbang dengan kita. Tergantung tinggi badan, berat badan dan aktifitasnya, seperti antara atlit dan bukan atlit, akan berbeda gizi dan pola makannya”, ujarnya.
Termasuk masalah gizi bagi remaja. “Remaja merupakan suatu masa yang di dalamnya terjadi perubahan secara cepat. Pada masa ini pula, terjadi perubahan pertumbuhan fisik, kognitif dan psiko sosial. Bahkan perubahan pada remaja putri terjadi lebih cepat antara 10 – 18 tahun. Lebih cepat mulai dan berakhir disbanding remaja pria antara 14 – 10 tahun”, jelas Julius.
Selain itu, masih menurutnya, “Usia menjadi faktor penentu konsumsi gizi. Jika kurang, maka pertumbuhan akan berkurang sehingga perlu disesuaikan agar dapat gizi yang seimbang”.
Lalu apa yang menyebabkan kita kurang gizi? Julius mengungkapkan, hal tersebut dikarenakan sudah terlalu lama dengan pola makan yang tidak baik dalam waktu lama dan sudah berkepanjangan.
“Sehingga, efeknya dapat terlihat pada proporsi tubuh seperti tinggi badan yang tidak sebanding dengan tinggi badan anak-anak seusianya”, cetus Julius.
Maka dari itu, ia menyarankan kepada para remaja untuk memulai kebiasaan baik, utamanya dalam memperhatikan tentang gizi ini.
“Bagaimana mengatur pola makan, kapan harus makan dan kapan tidak boleh makan. Apa saja yang harus dimakan, berapa yang kita makan dan apa saja yang tidak boleh terlalu banyak dimakan”.
Untuk diketahui, komposisi ideal dalam asupan sehari-hari itu terdiri dari 55% kalori dari karbohidrat, 30 % zat lemak,15% dari protein, 1-2% vitamin dari buah-buahan dan sayur-sayuran.
Apalagi saat ini, ada obat-obatan yang berpengaruh pada peningkatan dan penurunan nafsu makan, untuk menginmbangi biasanya ditambah dengan suplemen hingga nafsu makannya kembali normal.
“Ciri-ciri orang yang gizinya kurang bisa dilihat dari penampilannya seperti orang kurus”, ujarnya lagi.
Berikut beberapa tips supaya gizi remaja bisa seimbang :
- Memenuhi zat yang diperlukan. Energi cukup dalam bentuk kalori yang bersumber dari karbohidrat seperti nasi, singkong, gandum dan lainnya.
- Sumber protein untuk memelihara sel-sel tubuh dan mengganti sel-sel tubuh yang rusak. Sumber dari ikan, tahu, tempe, kacang-kacangan
- Zat lemak yang bisa disimpan dalam tubuh.
- Makanan yang mengandung serat, untuk memudahkan buang air besar secara teratur. Serat juga bisa menjaga rasa kenyang
- Mineral, kebutuhan sedikit tapi harus ada, seperti air mineral, kalsium
- Kebutuhan vitamin, vit A, B1, B6, B12, C, D, E
Julius juga mengingatkan Rumus sederhana untuk menghitung berat badan cukup adalah dengan jalan Tinggi badan-100 = berat badan.
“Jika lebih artinya gemuk, jika kurang artinya kurus. Jika kurang gizi akan mudah terserang penyakit. Jika kelebihan gizi juga tidak bagus, karena akan ditumbuk dalam bentuk lemak, obesitas. Obesitas ini akan banyak penyakit pengikutnya seperti diabetes atau kencing manis yang dapat memicu penyakit lainnya seperti jantung,” cecarnya.
Potensi penyakit bukan hanya menyerang orang tua, tapi juga berpotensi pada remaja dan anak muda.
“Dengan kegemukan sebenarnya daya tahan tubuh kita berkurang. Hasil penelitian bahwa orang gemuk lebih sering terjangkit anemia, karena ada organ tubuh yang terganggu oleh kelebihan berat badan sehingga mempersulit produksi sel darah merah dalam tubuh”, imbuh Julius.
Ancaman dari penyakit gizi pada remaja adalah, obesitas, kekurangan gizi kronis serta anemia.
Ketiga penyakit tersebut dilater belakangi karena masa remaja tidak memperdulikan gizi yang terkandung dalam makanan, hanya mengutamakan pada penampilan makanan tersebut.
Talks show di RRI Palembang tersebut rutin on-air setiap hari Rabu pekan ke-2 dan pekan ke-4 setiap bulannya. Ditayangkan secara live antara pukul 12.00 – 14.00. Program ini masuk ke dalam program Kesehatan Reproduksi Remaja yang diinisiasi oleh Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC) Dompet Dhuafa (DD) Sumsel bekerjasama dengan RRI Palembang. (KJ-04/*)