Memanfaatkan pekarangan rumah yang terbatas, Marjoko (28) mencoba berbuat sesuatu yang bermanfaat. Bermodalkan pengetahuan yang didapat di dalam komunitas, ia lalu merintis usaha sayur-sayuran berbasis media tanam hidroponik.
Tanaman sayur-sayuran tampak semarak menghijau, tumbuh dari dalam instalasi pipa. Hijaunya tanaman yang ia budidayakan tersebut, seakan kontras dengan area di sekitar media tanamnya tersebut, yang didominasi oleh bangunan beton.
Ada tiga jenis tanaman yang sedang dibudidayakan olehnya melalui metode penanaman hidroponik ini. Yaitu fa cai, caisim dan slada.
“Untuk fa cai, butuh waktu 4-5 minggu untuk dapat dipanen. Sedangkan caisim dan slada sekitar 3-4 minggu”, ujar ayah dua orang anak ini.
Menurutnya, bertanam dengan media hidroponik ini mempunyai banyak keunggulan. Salah satunya, “Siklus hidup dan tumbuh tanaman hidroponik lebih cepat karena suplai makanan sebagai nutrisi lebih banyak sebagai pengganti unsur hara. Di mana, nutrisi dalam bentuk cairan yang dicampurkan dengan air yang mengandung mineral sebagai media angkut nutrisi ke tumbuhan”, ungkapnya saat ditemui oleh tim Program DD Sumsel beberapa waktu yang lalu.
Marjoko merupakan salah satu peserta dari program Inkubasi Bisnis Penerima Manfaat (Ipman) Dompet Dhuafa (DD) Sumsel.
Ia bercerita, bahwa usahanya tersebut dimulai sejak April 2015. “Awalnya, kepengen menghijaukan lingkungan rumah dengan keterbatasan lahan tanah. Ada dua tempat budidaya saat ini. Mulanya, saya merintis di rumah orangtua saya yang ada di Plaju. Setelah itu dilanjutkan di sini, Kelurahan Talang Jambe, Sukarame Palembang”.
Hidroponik itu menurutnya, merupakan mekanisme cara tanam dengan menggunakan air sebagai media utamanya. Tidak lagi menggunakan media tanah untuk menanam. Air yang digunakan diberi unsur hara untuk mensuplai nutrisi ke tanaman.
“Saya belajar dari komunitas Hidroponik Sumsel. Di situ saya mulai praktek. Kalau benih, bisa dibeli di toko-toko pertanian yang menjual bibit. Harganya terjangkau, apalagi tingkat kehidupan dari benih hingga disemai berkisar 85-90 persen tingkat kesuksesannya. Yang mahal itu, pembuatan instalasi pipanya. Bisa habis satu jutaan”, tukasnya.
Untuk satu batang pipa ukuran 4 meter, dapat dibuat 26 lubang tanam. Setiap lubang (pot) menghasilkan 150-200 gram sayuran. “Jadi sekali panen untuk satu batang kira-kira 3 kg. Jika ada 5 batang maka hasil sekali panen per pekan 3 kg x 5 batang pipa sekitar 15 kg per pekannya”.
Saat ini, baru ada dua meja media tanam. Rencana Joko, ke depannya akan ditambah dua meja lagi yang ada di Plaju, sehingga setiap minggu sudah bisa memanen.
Hasil panen dari ‘kebun’ mininya itu, sejauh ini sudah mulai didistribusikan kepada para penampung, pedagang, atau masyarakat langsung untuk konsumsi rumah tangga.
Bantuan dari Dompet Dhuafa Sumatera Selatan sangat membantu untuk permodalan, di antaranya menambah media tanam. Karena, modal terbesar itu ada pada biaya pembuatan media tanam. “Saya menargetkan bisa panennya bisa dilakukan setiap pekan”, pungkasnya bersemangat. (KJ-04/*)