DD Sumsel – Sebagian kita masih merasa khawatir ketika menginfaq-kan harta. Infaq di sini bisa jadi merupakan nafkah wajib untuk anak dan istri, menunaikan zakat maal (harta) atau mengeluarkan harta untuk sedekah. Kekhawatiran itu adalah ketakutan harta itu berkurang kalau berinfaq.
Meski sekilas tampak bahwa harta kita berkurang secara kuantitas. Namun dengan harta yang dikeluarkan membuat harta kita makin barokah.
Bahkan Allah menjanjikan untuk menggantinya dengan harta yang melimpah, atau kita dianugerahi sifat qanaah (merasa cukup-red).
Semangat berbagi inilah memotivasi Sutrisno (48) yang berprofesi seorang petugas keamanan di Gedung Keuangan Negara (GKN) Sumsel yang telah mengabdikan dirinya selama 7 tahun sebagai Kepala keamanan.
Menurutnya, jika sudah punya keinginan untuk bersedekah, segera lakukan. Meskipun secara jumlah tak banyak. Tak usah menunggu kaya dulu baru sedekah.
”Kalu kito nak bersedekah jangan nak nunggu kayo dulu. Seberapo ado kito untuk sedekah dak masalah,’’ ujarnya dalam bahasa Palembang, saat ditemui di pos jaganya belum lama ini.
“Apalagi di bulan puasa seperti ini”, sambungnya, “Yang penting niat kito dulu untuk berbagi dengan sesama di bulan Ramadhan ini”.
Pinjaman Kebaikan
Dari seorang Sutrisno kita belajar tentang makna kepedulian. Bahwa ia tidak harus menunggu kaya. Mapan secara ekonomi atau memiliki kelebihan luar biasa.
Karena, jika kita mau kembali mempelajari Islam, maka sesungguhnya infak yang kita berikan tak lain merupakan sebentuk pinjaman kepada Allah.
Sebagaimana firman Allah Swt dalam Al Quran surat Al Hadid ayat 11 : “Barangsiapa memberi pinjaman kepada Allah dengan pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan balasan pinjaman itu untuknya dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.”
Sungguh, apapun yang dilakukan kaum muslimin, bernilai kebaikan di sisi-Nya. Apalagi jika dibarengi dengan pengetahuan dan keyakinan sebelum mengamalkannya.
Asbabun nuzul dari ayat di atas terkisahkan dari sahabat Abud Dahdaa Al Anshori berikut :
‘Abdullah bin Mas’ud menceritakan bahwa tatkala turun ayat di atas (surat Al Hadid ayat 11), Abud Dahdaa Al Anshori mengatakan, “Wahai Rasulullah, apakah Allah menginginkan pinjaman dari kami?”.
Rasulullah Saw menjawab, “Betul, wahai Abud Dahdaa.”
Kemudian Abud Dahdaa pun berkata, “Wahai Rasulullah, tunjukkanlah tanganmu.”
Rasulullah Saw pun menyodorkan tangannya. Abud Dahdaa pun mengatakan, “Aku telah memberi pinjaman pada Rabbku kebunku. Kebun tersebut memiliki 600 pohon kurma.”
Ummud Dahda, istri dari Abud Dahdaa bersama keluarganya berada di kebun tersebut, lalu Abud Dahdaa datang dan berkata, “Wahai Ummud Dahdaa!”.
“Iya,” jawab istrinya. Abud Dahdaa berkata, “Keluarlah dari kebun ini. Aku baru saja memberi pinjaman kebun ini pada Rabbku.”
Dalam riwayat lain, Ummud Dahdaa menjawab, “Engkau telah beruntung dengan penjualanmu, wahai Abud Dahdaa.”
Ummu Dahda pun pergi dari kebun tadi, begitu pula anak-anaknya. Rasulullah Saw pun terkagum dengan Abud Dahdaa.
Beliau Saw mengatakan, “Begitu banyak tandan anggur dan harum-haruman untuk Abud Dahdaa di surga.” Dalam lafazh yang lain dikatakan, “Begitu banyak pohon kurma untuk Abu Dahdaa di surga. Akar dari tanaman tersebut adalah mutiara dan Yaqut (sejenis batu mulia).” (HR Muslim). (wan/KJ-04)