Riandi, Pasien TB MDR Segera Jemput Kesembuhan

Tim Divisi Kesehatan DD Sumsel tengah mengunjungi kediaman Riandi.

Tim Divisi Kesehatan DD Sumsel tengah mengunjungi kediaman Riandi.

Boleh jadi, penyakit Tuberculosis (TB) tidak ‘sepopuler’ penyakit Diabetes atau Stroke, misalnya. Namun penderitaan yang dialami oleh pasien TB terkadang jauh lebih menyakitkan. Mulai dari batuk berdahak bercampur darah hingga muntah darah.

Hal itulah yang harus dirasakan oleh seorang Riandi (21), seorang pasien TB kategori MDR (Multi Drug Resistant). Saat ini ia tengah berada dalam pengobatan intensif dan April 2016 ini adalah waktu terakhir masa pengobatannya.

TB MDR adalah varian kuman TB yang tumbuh akibat terputusnya masa pengobatan pada periode sebelumnya. Adanya jeda tersebut mengakibatkan kuman TB varian awal kebal terhadap obat anti-TB (OAT)  standar dan harus diberikan obat anti-TB dosis tinggi dengan jangka waktu pengobatan menjadi berlipat.

Pemuda lulusan SMK ini, tak punya pilihan lain selain tunduk patuh mengikuti perintah dokter yang merawatnya dan Pengawas Minum Obat (PMO) yang dalam hal ini adalah ibunya sendiri Nilawati (60).

Dibincangi tim Kesehatan DD Sumsel di kediamannya, Nilawati mengungkapkan kisah perjuangannya dalam membebaskan sang anak dari penyakitnya. “Dahulu kondisi Riandi lemah sekali ketika terjangkit TB. Bukan lagi batuk darah tapi pernah sampai muntah darah. Hingga Riandi harus merangkak di dalam rumah”, ungkap Nilawati.

Namun kini, berkat kesabaran dirinya dalam mendorong semangat Riandi untuk tidak putus minum obat, April 2016 ini tepat dua tahun masa pengobatan TB-MDR akan selesai. Selama rentang masa pengobatan selama dua tahun tersebut – April 2014 hingga April 2016, sang ibu menaruh besar harapan atas kesembuhan anak bungsu dari enam bersaudara tersebut.

Obatnya memang gratis, namun uang transport ke rumah sakit cukup besar untuk bolak-balik. Pemerintah memberikan bantuan transportasi kepada keluarga Nila selama masa pengobatan berlangsung. Namun, sudah 4 bulan terakhir ini bantuan biaya tersebut belum keluar.

Sehingga sekedar untuk memenuhi kebutuhan transport itu, Nila pun berusaha semaksimal mungkin. “Kadang ambil pekerjaan dari rumah ke rumah tetangga, bantu-bantu pekerjaan rumah tangga. Mulai jam 7 pagi sampai jam 8 malam. Kadang minjem dulu samo tetanggo, buat ongkos tadi”, cerita dia.

Karena, Nila tak ingin kesempatan kedua ini, upaya kesembuhan penyakit anaknya itu kandas lagi. “Jika masa pengobatan kali ini terputus, maka harus mengulang kembali dari awal”.

Tegar

Randi ditinggal wafat sang ayah, saat ia duduk di bangku SMP. Keluarga Randi saat ini mengontrak di Lr. Jambu RT 30/05 Kel. 8 Ulu Kec. SU I. Masih di sekitar wilayah Klinik LKC Dompet Dhuafa Sumsel.

Pekan silam, Divisi Kesehatan DD Sumsel dipimpin Rizki Asmuni mengunjungi Riandi menjelang masa akhir pengobatannya. Karena, sesuai jadwal masa minum obatnya selesai dan diharapkan paru-parunya bersih dari kuman TB.

Di masa sisa pengobatannya, DD Sumsel juga memberikan bantuan biaya transport untuk berobat, yakni sebesar Rp.240.000 setiap sepuluh hari sekali. Selain itu juga DD Sumsel memberikan bantuan bingkisan berupa makanan tambahan dan sembako kepada keluarga Riandi dan ke beberapa pasien TB lainnya yang sudah sembuh sebagai bentuk perhatian.

Meski tinggal serumah dengan ibu dan kakaknya, beruntung penyakit TB Riandi tidak menular kepada keduanya meskipun mereka bertiga tinggal serumah, mengontrak di bawah rumah orang.

Asa Riandi untuk sembuh masih menyala. Nanti jika ia sudah dinyatakan sembuh total, ia akan mencari pekerjaan demi membantu perekonomian keluarga. Meskipun, saat ini masih ada kendala kecil, ijazah SMK-nya masih belum ditebus.

Di akhir kunjungan, Rizki Asmuni tetap mengingatkan Riandi dan ibunya untuk terus melanjutkan pengobatan karena tinggal beberapa hari lagi.

Sementara itu, Nilawati mengucapkan terima kasih atas bantuan dari DD Sumsel dan berharap anaknya bisa kembali sembuh dari penyakit TB.

Seperti diketahui, Tuberkulosis disebabkan oleh bakteri Mycrobacterium tuberculosis yang menyebar dari orang ke orang melalui udara. Terkadang bakteri TB menjadi resisten terhadap OAT (obat anti) TB, akibat waktu pengobatan terputus karena pasien merasa sudah sehat.

Akibatnya, varian bakteri yang resisten pun tumbuh dan menjadi kebal obat. Muncullah istilah TB MDR atau TB resisten obat seperti yang dialami oleh Riandi di atas.

Update —

Alhamdulillah, saat ini Riandi telah sembuh dari penyakit TB MDR. Hal ini diakui oleh Rizki Asmuni, berdasarkan hasil screening terakhir pada 8 April lalu, menunjukkan tidak ada lagi kuman TB di dalam parunya. (Wan/KJ-04)

bagikan ke >>

WhatsApp
Facebook
Twitter