Puncak dari seleksi peserta program School of Master Teacher ditandai dengan diresmikannya 24 orang guru (satu orang mengundurkan diri, red) sebagai peserta. Peresmian tersebut dilakukan dengan dimulainya perkuliahan perdana dalam bentuk Studium Generale pada Ahad (7/2/2016) lalu.
Ke-24 guru tersebut akan dididik melalui kuliah singkat selama tiga bulan dan dilaksanakan setiap akhir pekan, guna meningkatkan kapasitas mereka dalam hal mengajar.
Tampak hadir dalam seremoni tersebut, Sekretaris Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kota Palembang H. Karim Kasih, SH, MM dan Abdul Khalim selaku Manajer Program Sekolah Guru Indonesia (SGI) Dompet Dhuafa.
Dalam sambutannya, Pemerintah Kota Palembang dalam hal ini diwakili oleh Kepala Disdikpora dan disampaikan oleh sekretarisnya mendukung serta mengapresiasi setinggi-tingginya agenda program yang diadakan oleh DD Sumsel terkait program SMT.
“Kita sangat mendukung dan mengapresiasi setinggi-tingginya kegiatan yang diadakan oleh Dompet Dhuafa ini”, buka Karim.
Ia menyebutkan, bentuk dukungan konkrit Disdikpora Kota Palembang dalam kegiatan ini adalah dengan mengizinkan para guru SD dan MI untuk mengikuti program SMT sekaligus memfasilitasi tempat kuliah umum.
“Pihak Disdikpora juga memberikan fasilitas, di salah satu sekolah di daerah Sukarami, yang dapat dipakai sebagai tempat ruang kuliah selama program SMT ini berlangsung selama 3 bulan ke depan. di salah satu sekolah di daerah Sukarami berikut seluruh fasilitasnya. Semoga program ini dapat menjadi angin segar dalam rangka peningkatan kapasitas guru-guru di kota Palembang”, harapnya.
Sementara itu Khalim dalam kapasitas mewakili Program SGI Dompet Dhuafa mengungkapkan latar belakang munculnya program akselerasi kapasitas guru SMT ini.
“Sejarah SMT itu berawal dari program pendidikan Dompet Dhuafa bernama SGI. Awalnya hanya sekedar program pelatihan guru-guru untuk siswa dan sekolah dhuafa karena biaya program sepenuhnya bersumber dari dana zakat yang dikelola Dompet Dhuafa”, ujar Khalim.
Dari program SMT ini, target yang ingin dicapai adalah lahirnya guru yang memiliki komopetensi jauh lebih besar dan dapat menjadi guru model.
“Bukan hanya guru sebagai pengajar, melainkan juga menjadi pendidik dan pemimpin. Tapi, pemimpin yang dimaksud, jangan langsung dibayangkan layaknya seperti Presiden, Gubernur atau Bupati. Namun lebih dari itu seorang pemimpin adalah siapa yang dapat mempengaruhi orang lain. Itu juga sebagai pemimpin. Dalam konteks SMT, guru pemimpin adalah siapa yang dapat mempengaruhi anak didiknya untuk mencapai target materi pendidikan sesuai kurikulum,” jelas Abdul Khalim selaku Manajer Program SGI DD.
Selanjutnya, untuk mengubah pendidikan di level sekolah dasar, di level guru saja tidak cukup. “Di sekolah, pemimpin tertinggi adalah kepala sekolah sehingga SGI juga membuat program School of Principal yang diperuntukkan bagi kepala sekolah”, ungkapnya.
Di hari yang sama, secara serentak SMT di-launching di enam provinsi selain Sumatera Selatan mulai dari Sumatera Utara, Sumatera Barat, Banten, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat.
Sejarah SMT Itu dari SGI
SMT merupakan bentuk penyederhanaan dari pelatihan bagi guru SGI. Seusai pelatihan SGI Angkatan I, diadakan evaluasi. “Semua peserta SGI ngumpul, dari yang muda berusia 25 tahun hingga yang sudah mau pensiun”, kenang Khalim.
Lalu pada angkatan II dibuat pengembangan dengan ketentuan peserta SGI maksimal berusia maksimal 25 tahun dengan pola program pendidikan dan diasramakan di kampus SGI Parung, Bogor, Jawa Barat. Selanjutnya, Angkatan III dan IV di asrama selama 6 bulan masa pelatihan. Pada Angkatan V diperpendek menjadi 4,5 bulan.
“Evaluasi dari SGI mengapa peserta hanya maksimal usia 25, lalu bagaimana dengan guru yang lewat usia tersebut? Sehingga pada tahun 2014 dibuatlah program SMT yang diselenggarakan di daerah karena sulit untuk diasramakan. Perkuliahan pun dibuat menjadi per pekan selama 3 bulan”, imbuhnya lagi.
SMT pertama di Makassar mendapatkan sambutan baik dari Walikota setempat dan Kepada Dinasnya, sehingga dibuatlah di 2015 di Makassar Sulsel, NTB, dan Sumbar. Di tahun 2016 ditargetkan di 10 prov namun yang terealisasikan baru di 6 provinsi. (KJ-04/*)