Palembang, DD Sumsel — Hari Buku Dunia (The World Book Day) diperingati pada tanggal 23 April setiap tahunnya. Terkait dengan hari tersebut sekaligus juga dalam rangka menyambut Hari Pendidikan Nasional yang jatuh pada 2 Mei, para relawan kemanusiaan yang tergabung dalam DDVolunteer (DDv) Dompet Dhuafa Sumsel melakukan penggalangan donasi buku dan alat tulis.
Marzuki, selaku koordinator DDVolunteer mengungkapkan bahwa aksi kemanusiaan tersebut diawali dengan membuka stand donasi di warung Roti Bakar Narsis (RBN) yang terletak di kawasan foodcourt Jl Kapt A Rivai Palembang.
“Kita buka stand penggalanangan donasi buku bacaan, buku tulis dan alat tulis di RBN hingga tanggal 30 April lalu”, ujar Marzuki.
Selain melalui kafe RBN, aksi penggalangan donasi buku juga dilakukan via broadcast BBM, SMS, Whatsapp dan juga sosial media Facebook dan Twitter.
Selanjutnya donasi yang terkumpul lantas diserahkan kepada pihak sekolah SDN 226 Palembang yang terletak di kawasan sungai buaya daerah Kertapati.
“Aksi penggalangan kita kemarin berhasil diwujudkan dalam bentuk paket pendidikan yang diberikan kepada 160 anak kurang mampu yang ada di sekolah tersebut”, jelas Uki – demikian sapaan akrab Marzuki.
Paket bantuan terdiri dari 100 buku bacaan dan 160 paket alat tulis. Yakni 8000 buku tulis, 320 pena/pensil, 160 penggaris/penghapus/peruncing). Dan semuanya berasal dari para donatur yang ingin berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.
Selain menyampaikan bantuan, pada kesempatan yang berharga tersebut para relawan DDVolunteer juga mengajak bermain anak-anak. “Bukan hanya pemberian bantuan saja, para relawan DDV Sumsel juga memberikan traning motivasi kepada adik-adik pelajar, bersih-bersih sekolah. Ikut juga dalam rombongan, alumni SGI (Sekolah Guru Indonesia) Sumsel, Kak Junita”, jelas Uki.
Saat ditanya tentang alasan memilih lokasi tersebut untuk mengadakan aksi sosial, Uki pun menjelaskan, “Sekolah ini telah berdiri dari tahun 1988 dan kondisinya saat ini sangat memprihatinkan. Selain karena lokasi sekolah yang berada di atas rawa-rawa, juga 2 dari 4 bangunan yang ada di sekolah tersebut, telah roboh. Sekarang para siswa hanya belajar di dua bangunan yang tersisa.
Setiap bangunan terdiri dari empat kelas. Dan, yang lebih mengenaskan lagi, hingga kini sekolah tersebut belum mendapat bantuan dari pemerintah. Ironi memang. Padahal sekolah tersebut statusnya sekolah negeri yang harusnya dijamin pemerintah”, ujar Uki.
Dan berdasarkan pantauan relawan DDVolunteer, latar belakang orangtua siswa kebanyakan berasal dari masyarakat ekonomi rendah. “Ada yang bekerja sebagai penarik becak, tukang bangunan, dan bertani di dekat sekolah tersebut”, cetusnya.
Di akhir kegiatan, relawan DDVolunteer menyerahkan cindera mata kepada pihak sekolah. Dan respon dari pihak sekolah dan masyarakat sekitar sekolah tersebut sangat baik dan positif. Mereka sangat mendukung kegiatan sosial seperti yang dilakukan oleh DDVolunteer Sumsel. (KJ-04/*)
[metaslider id=751]