Mulanya perintah berzakat adalah perintah agama. Sebagai perintah, maka ia berhukum wajib. Berpahala jika dikerjakan, berdosa jika ditinggalkan. Para ulama telah bersepakat tentang kewajiban berzakat bagi mereka yang secara ekonomi telah mampu dan mandiri.
Pada perkembangan pemahaman fikih tentang zakat lalu ditambah dengan kondisi riil di lapangan, disadari pentingnya peranan zakat ini dalam upaya pengentasan kemiskinan. Dalam menyasar tujuan tersebut, zakat menjadi begitu cair untuk masuk ke dalam bidang sosial, ekonomi, pendidikan dan pemberdayaan.
Belajar dari keberadaan baitul maal di zaman Rasulullah dan khulafaur Rasyidin sesudahnya, maka ulama kontemporer dan para pegiat kemanusiaan, bersepakat untuk melembagakan kegiatan amil ini mewujud menjadi lembaga pengelola zakat (LPZ).
Hingga sekarang, dapatlah kita lihat perjalanan LPZ yang semula berakar di masjid dan hanya berlangsung di bulan Ramadhan saja, kini menjadi lembaga besar yang memiliki bargaining dalam mengentaskan kemiskinan.
Lembaga Amil Zakat memiliki peran menjadi instrumen yang berkekuatan mengeluarkan ummat dari kubangan kemiskinan, baik struktural, kultural, maupun yang absolut dan relatif, sehingga salah satu solusi kemiskinan tersebut dapat benar-benar dijawab dengan pendekatan agama dengan manajemen pengelolaan zakat yang modern.
Secara garis besar fungsi lembaga pengelola zakat (LPZ) terdiri atas tiga fungsi. Diantaranya adalah fungsi sosial, fungsi ekonomi dan fungsi advokasi atau pembelaan. Ketiga fungsi tersebut memiliki tahapan serta tingkatan tersendiri yang akan mengklasifikasikan LPZ itu sendiri secara otomatis berada pada tingkatan yang mana.
Fungsi Sosial
Fungsi yang pertama adalah fungsi sosial, permasalahan sosial menjadi kerumitan yang sejauh ini belum nampak ujungnya dalam masyarakat kita, hal ini disebabkan atas permasalahan multidimensi yang berawal dari permasalahan kesenjangan ekonomi akibat kesalahan kebijakan yang diambil oleh pemangku kepentingan, ketimpangan kesejahteraan yang begitu nyata, jurang pemisah antara orang miskin dan kaya yang begitu dalam sehingga melahirkan kasus-kasus sosial dalam masyarakat.
Sebagai jalan keluar dan tindakan pertama dalam permasalahan sosial tersebut, LPZ berfungsi sebagai bagian yang dapat secara tanggap dan cepat mengantisipasi permasalahan tersebut dengan memberikan bantuan-bantuan yang bersifat pokok untuk memenuhi kebutuhan mendasar masyarakat yang bersifat langsung memberikan manfaat seketika itu juga seperti bantuan kebutuhan akan biaya pendidikan dan kesehatan. Di samping itu pula pembinaan mental menjadi penting sebagai bagian yang terintegrasi dalam fungsi sosial tersebut.
Dalam fungsi yang pertama ini tingkat kesulitan dan kerumitannya tidak begitu besar, karena LPZ hanya sebatas menjadi mediator untuk menyalurkan harta zakat yang diambil dari wajib zakat kepada yang berhak menerima dalam bentuk bantuan langsung, fungsi ini cukup sederhana karena yang diperlukan hanyalah keterwakilan dari wajib zakat untuk menyalurkan zakatnya.
Fungsi Ekonomi
Dalam fungsi kedua ini, LPZ tidak sekedar lembaga pembagi bantuan sekali pakai habis (karitatif). Ia beranjak lebih tinggi dari fungsi yang hanya sekedar membagikan ikan sebagai simbol barang konsumsi yaitu fungsi ekonomi. Dalam fungsi ekonomi ini, LPZ berperan sebagai media untuk menumbuhkan mental masyarakat dhuafa agar mereka dapat menghasilkan kebutuhan hidupnya sendiri dengan modal yang diberkan oleh LPZ, program-program yang bernuansa ekonomi dan berbasis pada keterampilan untuk memproduksi menjadi inti dari kegiatan LPZ tersebut.
Peran LPZ yang kedua ini sedikit lebih berat. Dalam prosesnya, LPZ harus memikirkan terlebih dahulu program ekonomi apa yang pantas dikembangkan bagi masyarakat daerah tertentu untuk selanjutnya dibiayai perjalanannya dari dana zakat masyarakat. Sehingga dana yang sudah berhasil dihimpun oleh LPZ dapat memberikan manfaat yang cukup panjang dan tidak habis dalam sekali waktu.
Fungsi Advokasi
Fungsi terakhir lebih kompleks lagi, yaitu fungsi advokasi atau pembelaan. Bagian ini menjadi sangat penting karena berfungsi untuk mengintervensi permasalahan kemiskinan dan dampak sosialnya dengan memakai pendekatan regulasi.
Artinya, LPZ berperan sebagai pembela atas regulasi yang tidak berpihak pada kesejahteraan masyarakat dhuafa yang sejatinya masih mendominasi masyarakat di Indonesia. Di sinilah, kebesaran nama, pengalaman lapangan dan kepercayaan masyarakat, memberikan posisi tawar bagi LPZ.
Fungsi yang terakhir inilah yang cukup sulit diemban oleh LPZ karena dibutuhkan pendekatan-pendekatan ekstra terhadap stakeholder yang memproduksi regulasi tersebut. Jika fungsi sosial LPZ dalam bentuk intervensi kebutuhan jangka pendek dan fungsi ekonominya sebagai intervensi jangka menengah dan panjang, maka fungsi advokasi LPZ adalah memastikan intervensi kedua hal tersebut dibebankan kepada pihak yang lebih wajib memikulnya yaitu Negara. (*/KJ-04)