Penanggulangan TB Butuh Peran Serta Seluruh Masyarakat

Salah satu bentuk kegiatan bersama penanggulangan TB adalah dengan mempebanyak jejaring kader TB. Seperti yang dilakukan oleh LKC DD Sumsel beberpa waktu yang lalu.

Salah satu bentuk kegiatan bersama penanggulangan TB adalah dengan mempebanyak jejaring kader TB. Seperti yang dilakukan oleh LKC DD Sumsel beberpa waktu yang lalu.

Penyakit TB atau Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit terbesar penyebab kematian didunia. Berdasarkan data yang telah dirilis oleh World Health Organitation (WHO)  tahun 2013,  kasus kematian akibat TB di dunia hingga mencapai  1,45 juta jiwa, sedangkan jumlah penderita kasus baru penderita TB mencapai 8,8 juta penderita.

Sementara itu di Indonesia jumlah kematian akibat penyakit TB hingga mencapai 64 ribu jiwa. Belum lagi dengan pertambahan jumlah kasus baru penderita TB yang telah mencapai 450 ribu pada setiap tahunnya.

Untuk kasus penderita TB MDR atau Multi Drug Resisten, jumlah terbesar berada di Negara China, Rusia dan India, jumlah ini mencapai sekitar 290 ribu penderita atau sekitar 60 % nya. Sementara penyakit yang disebabkan oleh berbagai strain mikobakteria ini, menempatkan Indonesia berada di posisi ke 8 dengan jumlah penderita sebanyak 6900 kasus penderita TB MDR setiap tahunnya.

TB MDR merupakan kasus TB resistan obat, sedikitnya 2 obat anti TB yang paling paten sekalipun seperti INH dan Rifampisin secara bersama sama atau disertai resiten terhadap obat anti TB lini pertama lainnya seperti etambutol, streptomisin, dan pirazinamid.

Penularan TB resisten obat, TB MDR atau disebut juga TB XDR sama seperti penularan kuman TB yang tidak resiten obat pada umumnya. Orang yang tertular atau terinfeksi kuman TB resiten obat, TB MDR atau TB XDR dapat berkembang menjadi sakit TB dan akan mengalami sakit TB MDR dikarenakan yang ada didalam tubuh pasien tersebut adalah kuman TB MDR. Pasien TB MDR dapat menularkan kuman TB yang resisten obat kepada masyarakat yang ada disekitarnya.

Salah satu penderita TB MDR yang saat ini ditemukan di wilayah Kota Palembang Sumatera Barat adalah Ryandi. Remaja usia 18 tahun ini menderita TB MDR sejak tahun 2013. Ia merupakan salah satu penderita TB MDR yang ditemukan di wilayah Kota Palembang Sumatera Barat, yang saat ini menjalani pengobatan di RSUP dr. Mohammad Hoesin Kota Palembang

Semenjak dinyatakan menderita TB MDR, Ryandi harus menjalani pengobatan rutin selama 2 tahun. Dengan didampingi ibunya, setiap harinya Ryandi harus kontrol ke rumah sakit untuk minum obat dan suntik di bawah pengawasan petugas medis (PMO).

Namun sejak menjalani pengobatan di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Kota Palembang, tidak sedikit biaya untuk transport yang dibutuhkan oleh Ryandi dan ibunya. Kondisi ini semakin menambah beban bagi ibunda Ryandi yang hanya bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT).

Setiap harinya mereka harus mengeluarkan ongkos sebesar Rp 24.000, bila harus berobat selama 2 tahun, tentunya mereka harus mengeluarkan biaya transportasi hingga 17.280.000,-.

Jumlah tersebut bukanlah angka yang sangat sedikit bagi pasien dari keluarga dhuafa. Disamping meski berjuang untuk sembuh dari penyakit TB, mereka meski bertahan hidup untuk mencukupi kebutuhan sehari harinya. Disinilah peran masyarakat, baik langsung atau melalui lembaga filantrofi  untuk dapat saling berbagi untuk meringankan beban para penderita TB dari keluarga dhuafa.

Sejak upaya pemberantasan penyakit TB dilakukan oleh pemerintah Indonesia, Layanan Kesehatan Cuma – Cuma (LKC) Dompet Dhuafa sebagai salah satu lembaga filantrofi berperan aktif  bermitra dengan Kemenkes RI menanggulangi penyakit TB. Kerjasama program TB LKC Dompet Dhuafa berlangsung sejak 2006, saat itu LKC Dompet Dhuafa bekerjasama dengan Global Fund , PR TB Aisyiah dan Subdit TB Kemenkes RI. Peran yang dilakukan bukan hanya pemberian transport bagi pasien dhuafa untuk berobat namun membuka TB Center di 7 wilayah. Salah satunya, TB Center LKC Dompet Dhuafa yang berada di Kota Palembang Sumatera Barat.

Tb Center LKC Dompet Dhuafa  meliputi pemeriksaan fisik oleh dokter, laboratorium, kunjungan rumah pasien bagi kasus-kasus tertentu, pelatihan PMO (pengawas menelan obat), dan  pemberian obat sampai dengan sembuh serta pelatihan kader. Selain kegiatan – kegiatan penyuluhan dimasyarakat, baik dikalangan masyarakat umum ataupun pelatihan dikalangan tenaga medis berupa Pelatihan DOTS TB dan Sosialisasi Tentang TB, TB HIV dan TB MDR.

TB masih merupakan masalah kesehatan utama di dunia dan Indonesia. Sehingga dibutuhkan kolaborasi dan sinergi antara pihak pemerintah, pemberi layanan kesehatan, keluarga pasien, serta masyarakat. Semoga cita – cita Indonesia mencapai target MDGs, Indonesia Bebas TB dapat tercapai.

(Kompasiana/ Muhammad Jundi)

*Tulisan ini dibuat dalam rangka menyambut Hari TB Dunia tanggal 24 Maret 2015

bagikan ke >>

WhatsApp
Facebook
Twitter