Fenomena pendidikan yang terjadi saat ini, telah memberi luka bagi anak-anak didik terutama untuk anak sekolah dasar, kerap kali bagaikan penjara yang membelenggu kreatifitas anak, tidak hanya itu suasana kelas yang dingin, kaku, tidak menyenangkan menambah penderitaan untuk mereka, hingga terkadang label “kuburan” pantas untuk disandang. Aktivitas seperti itu kerap kali ditemui dalam proses pembelajaran dan terkadang dianggab sesuatu hal yang sepele bahkan menjadi kegiatan rutin yang terjadi di sekolah. Hal inilah yang menyebabkan proses pembelajaran menjadi pasif yaitu anak didik hanya mendengar apa yang disampaikan guru, tanpa membangun pengetahuan maupun kreatifitas mereka, sehingga kerap kali yang terjadi di kelas, guru lah yang mendominasi pembelajaran.
Proses pembelajaran seperti ini disebut juga proses pembelajaran konvensional yaitu aktivitas belajar mengajarnya berpusat pada guru dan didominasi oleh guru serta pemberian informasi mengenai pengetahuan tetap dilakukan oleh guru, sehingga gurulah yang lebih aktif dalam pembelajaran tersebut. Tidak hanya itu, masih ada cara guru yang mengajar hanya menyampaikan apa yang ada di buku paket tanpa mengakomodasi kemampuan anak didiknya dan pada akhirnya menyebabkan anak didik sulit untuk mengkonstruksi pengetahuan yang dimilikinya, sehingga pada akhirnya mempengaruhi hasil belajar anak didik.
Pembelajaran konvesional, tidak hanya membuat anak didik menjadi pasif, tetapi dapat membunuh kecerdasan anak. Mengapa demikian? karena pembelajaran konvensional belum mengacu pada perkembangan kecerdasan anak, melainkan anak dituntut untuk mengikuti apa yang disampaikan oleh guru. Sedangkan, kita ketahui sendiri pada dasarnya sejak lahir, setiap anak telah memiliki kecerdasannya masing-masing dan itu menunjukkan bahwa anak yang satu dengan anak yang lain tidak dapat disamakan, artinya anak-anak memiliki kecerdasan yang berbeda.
Namun, pada kenyataannya masih ada sebagian guru yang cara mengajarnya seolah-olah setiap anak memiliki kecerdasan yang sama, bahkan terkadang anak didik melakukan sesuatu yang kurang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki anak. Sehingga, kerap kali anak didik merasa tertekan dan pada akhirnya berakibat pada hasil belajarnya.
Tidak hanya itu, pembelajaran konvensional pun telah menjadi perbincangan di kalangan civitas akademik, karena pembelajaran seperti itu dianggab belum bisa memfasilitasi anak-anak didik dalam membangun kecerdasan mereka, sedangkan tuntutan perubahan zaman dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan, apalagi dengan berkembangnya teknologi saat ini semakin menuntut anak didik untuk lebih cerdas baik itu intelektual maupun spritualnya. Sehingga harapan di masa mendatang, anak didik kita tidak kalah saing di kancah era globalisasi.
Oleh karena itu, saat ini pemerintah lagi gencarnya merealisasikan kurikulum 2013 secara merata di seluruh pelosok daerah dengan mengadakan berbagai macam pelatihan yang nantinya dapat menunjang perbaikan pendidikan di Indonesia. Adapun tujuan dari kurikulum 2013 itu sendiri adalah menghasilkan lulusan yang berkarakter mulia, memiliki keterampilan yang relevan dan memiliki pengetahuan-pengetahuan yang luas. Dalam mencapai tujuan tersebut banyak elemen yang harus mengalami perubahan salah satunya adalah proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas. Sedangkan dalam penerapannya, peserta didik harus aktif (student center), pembelajaran bersifat realistik dan aplikatif, memiliki berbagai sumber belajar dan menanamkan sikap tauladan. Beberapa hal tadi telah menunjukkan bahwa yang memiliki peran penting dalam proses pembelajaran tersebut adalah guru. Maka dari itu, guru adalah posisi strategis dalam menentukan lulusan yang diharapkan oleh kurikulum. Sehingga untuk mencapai itu semua, perlu adanya perbaikan terhadap kualitas guru.
Kualitas guru merupakan tolak ukur dalam perbaikan pendidikan. Sehingga, dalam penerapannya diharapkan guru agar lebih kreatif lagi dalam melaksanakan proses pembelajaran. Hal ini dapat diwujudkan dengan menerapkan berbagai macam strategi pembelajaran, salah satunya adalah pendekatan scientific yang merupakan salah satu strategi dalam proses pembelajaran pada kurikulum 2013. Pendekatan scientifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati, merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan” (Kemendikbud, 2013). Pendekatan scientifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal darimana saja, kapan saja tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu, proses pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu berbagai sumber melalui observasi dan bukan diberi tahu. Selain itu, masih banyak lagi strategi pembelajaran yang bisa diterapkan oleh guru di dalam kelas seperti PAIKEM, PBM, Discovery Learning, Project, Quantum Learning, Cooperatif Learning dan lain-lain bahkan guru bisa lebih kreatif lagi dengan memberikan inovasi-inovasi baru yang dapat membangun atau mengembangkan kecerdasan anak. Dengan adanya berbagai macam strategi pembelajaran ini, diharapkan dapat memperbaiki kualitas guru dalam mengajar. Sehingga di masa mendatang, dapat melahirkan anak-anak didik yang berkualitas, baik itu secara intelektual maupun spiritualnya. (Desty Rina Purnamasari, S.Pd/Staff Program Pendidikan DD Sumsel)