Optimalkan Potensi Zakat, DD Sumsel Perkuat Koordinasi Dengan MPZ

Pimpinan Cabang Dompet Dhuafa Sumsel Kusworo Nursidik, LC, memberikan sambutan sekaligus membuka acara Mitra Pengelola Zakat DD Sumsel.

Palembang-Dalam riset berjudul Economic Estimation and Determinations of Zakat Potential in Indonesia oleh Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 2015, disebut jika potensi zakat Indonesia sebenarnya mencapai Rp 217 triliun.

Tapi, potensi ini tidak bisa tergarap dengan maksimal sehingga tidak menyentuh angka itu.
Hal itu diungkapkan Pimpinan Cabang Dompet Dhuafa Sumsel Kusworo Nursidik, LC, saat sambutan dalam acara Mitra Pengelola Zakat (MPZ) yang digelar Dompet Dhuafa (DD) Sumatera Selatan di Hotel Sintesa Peninsula, Palembang, Selasa (24/9/2019).

Kusworo yang juga merupakan Ketua Forum Zakat (FOZ) Sumsel mengungkapkan, dari potensi zakat sebesar Rp217 triliun itu, hanya terkumpul Rp15 triliun pada tahun 2018.
“Padahal itu sudah jumlah seluruh dari semua, ada Badan Amil Zakat Nasional, Dompet Dhuafa, Rumah Zakat, Bazis DKI dan lain sebagainya,” ucapnya.

Itu artinya, masih banyak potensi zakat yang belum mampu ‘terjaring’ dan dikelola. Disinilah peranan dari Mitra Pengelola Zakat (MPZ), membantu mengumpulkan zakat sebanyak mungkin untuk kemudian disalurkan ke Mustahik (penerima zakat).

“Andai saja potensi zakat tadi bisa kita maksimalkan. Misalnya terkumpul Rp100 triliun, Insyaallah kehidupan Mustahik bisa sejahtera. Perlu diingat, Mustahik ini umat Islam. Kalau mereka sejahtera maka Indonesia akan maju,” ucap ustadz Kusworo.

Pimpinan Cabang DD Sumsel ini, kembali mengajak para MPZ untuk bergandengan tangan dan bersama-sama memaksimalkan peluang potensi zakat yang ada.

“Membantu mengelola zakat dan menyalurkan pada mustahik itu ladang dakwah. Orang yang beramal dengan membantu mengelola zakat belum banyak, itu juga yang menyebabkan potensi zakat terkumpul tadi belum maksimal,” jelasnya.

Kendati demikian, Kusworo mengingatkan jika untuk menjadi pengelola zakat, saat ini diatur dan dimuat dalam Undang-undang nomor 23 tahun 2011.

Dalam undang-undang itu disebutkan jika yang diperkenankan menyalurkan zakat, infak dan sedekah, hanya Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), baik dari pusat sampai ke Kabupaten/kota.

Dalam mengumpulkan dan menyalurkan ZIS, dibantu Lembaga Amil Zakat (LAZ) dengan izin Menteri Agama. Jika melanggar, maka terancam pidana dan denda.

“Untuk itulah, perlu cara legal dan aman untuk berbuat baik dalam mengumpulkan dan menyalurkan zakat ke mustahik. Dompet Dhuafa mengantungi izin hukum itu, makanya kita merasa perlu koordinasi dengan lembaga bapak/ibu sebagai Mitra Pengelola Zakat. Kita akan berikan pendampingan, cara pengelolaan yang benar, akuntabilitas dan lain sebagainya,” jelasnya.

Andriansyah, Manajer Pengembangan Jaringan Dompet Dhuafa yang bertindak sebagai pembicara menambahkan, jika undang-undang yang mengatur pengelolaan zakat sudah beberapa kali bertranspormasi.

Andriansyah, Manajer Pengembangan Jaringan Dompet Dhuafa menyampaikan transpormasi zakat di Indonesia.

Pada tahun 1999, dikenal undang-undang nomor 38, milestone zakat Indonesia modern, berbasis desentralisasi dan kemitraan antara pemerintah dan masyarakat sipil dalam mengelola zakat.

Selanjutnya, RUU Amandemen UU No.38 tahun 1999 tadi sebagai UU Nomor 23 tahun 2011 pada 27 Oktober 2011. Undang-undang inilah yang secara drastis kemudian mengubah rezim zakat dengan mensentralisasi pengelolaan zakat sepenuhnya oleh pemerintah melalui BAZNAS yang melaksanakan seluruh asfek pengelolaan zakat nasional meliputi fungsi regulator ataupun operator.

“UU Nomor 23 tahun 2011 ini bakal lebih diefektifkan dalam waktu dekat ini. Apalagi, baru-baru ini ada pertemuan antara BAZNAS dan Bareskrim, membicarakan soal pelangaran dari undang-undang ini,” ucapnya.

Jika LAZ atau amil tradisional tak berizin memaksakan tetap beroperasi dan tanpa izin pejabat berwenang, sesuai pasal 38 maka mereka terancam pidana penjara 1 tahun dan atau pidana denda maksimal Rp50 juta.

Oleh karena itulah, Mitra Pengelola Zakat harus memahami ini, dengan meningkatkan koordinasi dengan Dompet Dhuafa yang mempunyai izin secara resmi, sehingga mempunyai payung hukum.

Salah satu MPZ DD Sumsel bertanya dengan narasumber.

Dalam pengelolaan, zakat yang terkumpul oleh MPZ akan diserahkan ke Dompet Dhuafa setempat 100 persen, tapi paling lama lima hari kedepan akan diserahkan lagi sebesar 95 persen untuk kemudian diteruskan ke mustahik.

“Sementara 5 persen digunakan untuk kepentingan audit dan menjalankan program Dompet Dhuafa, sebut saja seperti Klinik Layanan Cuma-cuma, beasiswa, bantuan pada orang yang membutuhkan, dan program lain DD setempat,” jelasnya.

Andriansyah juga mengungkapkan, jika legitimisi sosial dan tingkat kepercayaan publik untuk zakat, ternyata tertinggi adalah Dompet Dhuafa, kemudian Rumah Zakat, Bazis DKI Jakarta, YBM PLN, BAZNAS, BSM Umat, Baitul Mal Hidayatullah, Darurat Tauhid Peduli dan lain sebagainya.

Dalam kesempatan ini, Manajer Program Dompet Dhuafa Sumsel Riski Asmuni berbicara soal masterpiece program. (Zal)

bagikan ke >>

WhatsApp
Facebook
Twitter