SMT telah berjalan selama lima pekan. Memasuki pekan ke-6, Tim School of Master Teacher (SMT) Dompet Dhuafa (DD) Sumsel, mulai melakukan observasi ke sekolah-sekolah para peserta SMT sejak Senin (21/3/2016). Tujuannya adalah untuk melihat langsung dampak positif dari program pelatihan guru SMT tersebut.
Dikatakan oleh Andiwijaya salah seorang fasilitator program SMT, bahwa agenda observasi akan dilakukan kepada 24 peserta yang berasal dari 21 sekolah berbeda yang ada di Palembang. “Tahapan observasi ini, kami gunakan sebagai ruang untuk mengonfirmasi sekaligus evaluasi seluruh materi yang sudah disampaikan selama 5 pekan perkuliahan tatap muka,” jelas Andiwijaya yang bertugas sebagai observer hari itu.
Ia juga menuturkan, observasi dilakukan di kelas masing-masing guru dan disesuaikan dengan jadwal mengajar mereka.
Pada kesempatan observasi perdana Senin (21/3/2016) SDN 140 mendapatkan giliran pertama dikunjungi. Sekolah yang berada di Komplek TNI-AU Talang Betutu, Sukarami tersebut ada dua orang guru yang menjadi peserta SMT DD Sumsel, yakni Rahmi Auliyah dan Metha Ariesta.
Kesempatan pertama observasi dilakukan di kelas 2 C dengan guru kelas Rahmi Auliyah. Pasca mengikuti pelatihan SMT ia telah melakukan beberapa persiapan mengajar. Ibu guru ini akan menyampaikan metode baru di kelas dengan objek mata pelajaran Matematika.
“Saya sudah menyiapkan beberapa bahan alat peraga dalam pembahasan mata pelajaran Matematika untuk bab pembagian bilangan. Mulai dari gelas plastik hingga bahan visual isian soal berbahan karton dan kardus bekas”, jelas Rahmi sebelum observasi dimulai.
Observasi kelas dimulai pukul 08.00 di kelas 2 C, mengawali pembukaan kelas dengan pengkondisian kelas serta mencairkan suasana kelas. Setelah kelas dirasakan kondusif untuk memulai pelajaran, Rahmi memulai bahasan mengenai materi pembagian.
Di pertemuan sebelumnya, ia sudah menjelaskan bagaimana proses pembagian dengan metode ceramah dan penjelasan dituliskan pada papan tulis. Kali ini ia sudah menyediakan alat peraga pembagian dengan model permaian congklak.
Perubahan metode penyampaian ini membawa dampak positif bagi siswa di kelas 2 C tersebut. Nampak semangat para murid saat Rahmi menjelaskan dengan membagi 12 biji congklak ke 2 gelas plastik dengan hasil akhir masing-masing gelas terisi 6 biji. Dengan metode ini siswa lebih tertarik untuk memperhatikan penjelasan guru hingga mempraktikkannya sendiri di depan kelas.
“Ayo, siapa yang mau mencoba pembagian di depan,” tanya Rahmi kepada siswanya. Serentak mereka pun mengacungkan tangan untuk mencoba alat peraga yang sudah disiapkan. Ia pun kemudian mempersilahkan satu orang dari mereka untuk mempraktikkannya.
Menurut Rahmi, ketertarikannya dalam program SMT karena dorongan untuk mengembangkan kreativitas guru dengan beberapa pendekatan. “Bagi saya model memasukkan ice breaking baik di awal maupun di tengah proses mengajar membuat semangat siswa bertambah dan semangat guru pun meningkat,” tutur Rahmi.
Selanjutnya, ia pun mantap akan membagi ilmu yang telah didapat selama SMT kepada guru-guru lainnya. Apresiasi pun disampaikan Rahmi mengenai program ini dengan panduan oleh fasilitator di setiap tahapannya. (Wan/KJ-04)