Semangat bersedekah mulai timbul ketika saya rajin mengikuti status-statusnya ustadz Yusuf Mansyur dan Ippho sentosa (7 Keajaiban rezeki). Nah suatu waktu ustadz Yusuf Mansyur membahas tentang matematika jodoh, jadi katanya jodoh kita itu bisa kita jemput pake sedekah. Saya berpikir saat itu, ‘Wah hebat banget yah’. Jadi ceritanya saya makin giat bersedekah. Saking pengennya sedekah tapi uang yang ada pas-pasan. Saya lihat-lihat barang apa yg bisa saya sedekahkan.
Saya punya tablet ePad yang masih lumayan bagus, tapi jarang saya pakai. Timbullah niat mengapa tidak saya sedekahkan saja. Toh mungkin saja di luar sana ada yg lebih membutuhkannya. Dalam hati, bila cuma sedekah ePad saja kan nilainya kecil tuh, jadi saya buatlah model lelang gitu di Facebook. Siapa yang ngebit (nawar) paling tinggi, dia yang berhak mendapatkan ePad tersebut.
Nah uang itu saya wajibkan kepada mereka untuk di sedekahkan kemana saja bebas, terserah mereka asal kepada pihak-pihak yang berhak. Untungnya buat saya apa? Mungkin itu menjadi pertayaan banyak teman-teman. Kalau materi sih yah nggak ada, tapi kan matematika sedekah beda. Dengan pola tersebut saya telah bersedekah senilai 2 ePad. Loh kok bisa? Yang pertama, ePad nya itu sendiri. Dan yang kedua, ngajakin orang buat sedekah lagi. Istilah saya itu MLA (multi level amal).
Menurut saya berbagi adalah masalah paradigma atau sudut pandang, kalau sudut pandang kita benar, nggak ada alasan tuh buat pelit ilmu apalagi pelit sedekah. Karena sesungguhnya diri kitalah yang membutuhkan “berbagi”. Karena dengan berbagi, ilmu itu yang akan mengayakan kita, berbagi uang yah baliknya juga uang dengan jumlah yang berlipat-lipat. Yang saya yakini adalah takkan kekurangan orang yang mau berbagi dan memberi. Karena berbagi adalah cara lain untuk mendapatkan lebih.
Setiap orang mempunyai bakat dan potensinya masing-masing, istilahnya jangan paksa ikan memanjat pohon. Jadi tak ada itu orang pintar atau bodoh. Yang ada, cuma orang malas atau rajin, atau belum ketemu aja “pasion”-nya dimana. Kalo udah ketemu pasionnya, nggak ada tuh istilah malas. Satu lagi prinsip yang saya pegang, ganti fokus kita dari uang ke melayani lebih banyak orang, karena dalam melayani banyak orang itu pintu-pintu rejeki terbuka lebar.
Sebenarnya sebelum kuliah, saya pernah menjadi kasir di supermarket, sampai menjadi pramuniaga butik, dan pengalaman itu mengajarkan saya bahwa dunia kerja itu keras. Sudah kerja keras, uangnya sedikit lagi (senyum). Makanya saya putuskan tidak mau lagi jadi karyawan, apapun caranya pokoknya harus jadi pengusaha. Dengan menjadi pengusaha kita telah membuka lapangan kerja baru, dan itu yang di butuhkan bangsa ini untuk bangkit dari keterpurukan saat ini.
Dan alhamdulilah, saya sudah bulat pilih jalan ini sebagai pilihan hidup. Jadi istilahnya sudah bakar kapal. Jadi semangat itu selalu ada, tapi kan saya juga manusia yang ada masanya semangat itu turun. Kalau saya pribadi, saat down itu tiba dengan mendekatkan diri pada Allah Swt, dengan membiasakan shalat Dhuha dan Tahajud. Selain itu juga dengan membaca kutipan-kutipan motivasi, dan seketika itu saya mendapat dorongan yang cepat mendongkrak semangat. Saya selalu menyimpan kutipan-kutipan favorit saya. Dengan begitu, saya bisa melihat tulisan itu setiap hari untuk mengingatkan diri sendiri bahwa apa pun kondisinya, insya allah semua akan baik-baik saja dan saya akan mampu melaluinya. (*)