Shalat, puasa, dan haji sebagai Rukun Pribadi, harus dikerjakan oleh tiap muslim. Artinya tiap individu muslim, dituntut melatih diri untuk mengelda diri sendiri melalui rukun-rukun ini. Dari diri sendiri, oleh diri sendiri dan untuk diri sendiri. Siap atau tidak siap, pengelolaan diri sendiri ini merupakan proses pembentukan kesalehan pribadi. Tanpa disadari. Rukun Pribadi ini menuntun tiap pribadi agar bisa memiliki kesalehan pribadi sebagai bekal untuk persiapan terjun ke masyarakat. Semakin saleh seseorang, akan makin memuclahkan masyarakat untuk mengembangkan kehidupan sosia1 yang baik pula.
Berbeda dengan shalat atau puasa, ternyata zakat tidak bisa dikerjakan oleh tiap pribadi muslim. Zakat harus dikelola dengan melibatkan pihak lain. Karena zakat dari muzaki, dikelola oleh amil dan ditujukan untuk mustahik. Kenapa zakat tak boleh dikelola sendiri dan harus dikelola oleh
amil? Ada beberapa jawaban di bawah ini :
1. Agar tak subyektif
Zakat adalah hak orang lain. Jika sudah disisihkan, sebaiknya segera serahkan kepada lembaga amil. Jika tidak, secara psikologis siapapun tergoda untuk mengelola sendiri karena zakat itu berasal dari hartanya. Karena berasal dari harta sendiri, seolah-olah dirinya masih jadi pemilik. Dalam kondisi seperti ini, pengelolaan zakat menjadi amat subyektif. Sangat tergantung pada selera dan suasana hati. Jika pas dengan selera, zakat bisa dengan segera disalurkan. Sebaliknya jika tak pas atau suasana hati sedang gundah, zakat jadi sulit dikeluarkan.
2. Menjaga Harkat Mustahik
Dalam kondisi labil, manusia cenderung bertindak emosional tak terkontroL Zakat yang milik orang lain, akhirnya tersendat karena harus melalui tahapan yang tidak lagi rasional. Bisa jadi ketidaksukaan muzaki meledak saat seorang miskin datang meminta-rninta. Atau boleh jadi si miskin diminta untuk mengerjakan pekerjaan, sebagai imbalan untuk memperoleh zakatnya yang sesungguhnya sudah jadi haknya.
Katakanlah si Ujang anak miskin tetangga sebelah datang. Ia dijanjikan dapat zakat untuk bayar tunggakan SPP. Bisa saja tiba-tiba terlintas di benak muzaki untuk mendidik si Ujang dengan cara memberi pekerjaan. Maka dimintalah si Ujang mencuci mobilnya. Setelah selesai si Ujang mendapat imbalan uang, yang sebenarnya adalah zakat.
Tindakan ini jelas salah. Sebab, zakat itu adalah hak si Ujang. Muzaki bisa saja mempekerjakan, asal dibayar dengan infak bukan zakat. Jadi seharusnya si Ujang mendapat infak sebagai upah dari cuci mobil dan mendapat zakat sebagai haknya yang telah dijanjikan.
3. Obyektif Profesional
Jika zakat dikelola oleh lembaga amil, harga diri dan harkat serta ketidakberdayaan mustahik dijaga. Mereka datang untuk menuntut hak. Dan bagi lembaga amil, ini sudah tugasnya untuk melayani mereka tidak dengan pretensi macam-rnacam. Tiap mustahik boleh mengajukan gugatan jika permohonannya ditolak. Mustahik juga tidak akan pernah kehilangan muka karena tidak disepelekan apalagi terhina.
Lembaga amil berperan mengemban amanah dana muzaki untuk mustahik. Jadi para amil tertuntut untuk bekerja profesional. Tidak ada unsur subyektif karena asal usul dana bukan berasal dari amil. Jadi dalam kerjanya amil sungguh-sungguh obyektif, melihat mana mustahik yang perlu diprioritaskan untuk dibantu dan mana mustahik yang berpura-pura.
Lembaga amil memang dimaksud untuk bekerja mengelola dana ZIS. Jadi sudah tugasnya harus mengembangkan berbagai program yang bermanfaat bagi mustahik dan masyarakat luas. Yang tak kalah pentingnya, lembaga amil harus bekerja dengan sistem. Dengan sistem ini, lembaga amil akan bekerja dalam j angka panjang selama-lamanya sekemampuan lembaga itu berdiri. Suatu hal yang tak mungkin dilakukan oleh muzaki yang merangkap amil. Di satu pihak muzaki cenderung bekerja secara perorangan dengan tidak bersistem. Di pihak lain, sulit bagi muzaki yang perorangan itu dapat bekerja selama-lamanya. Jika pengurus lembaga atau amil wafat, insya Allah lembaga amil akan terus berjalan. Namun jika muzaki yang merangkap amil perorangan wafat, insya Allah perannya sebagai amil rangkapan itu juga akan berakhir.
4. Dana Terhimpun Besar
Dengan lembaga, zakat dapat dihimpun dari berbagai sumber di masyarakat. Jika muzaki yang mengelola, sulit bagi muzaki lain untuk memperdayakan dananya. Ini berkaitan dengan masalah kepercayaan. Jika muzaki yang mengelola, tidak bisa dicegah akan muncul berbagai persepsi dan fitnah. Karena kekhawatiran itulah sulit untuk bisa menghimpun dana dari muzaki lainnya. Di samping itu jika muzaki yang mengelola langsung, dana zakat akan tercecer di mana-mana, atau masih tersimpan di kantung¬kantung muzaki, dan bahkan tak bisa lagi dibayarkan karena berbagai kendala.
5. Pemberdayaan
Jika lembaga amil yang khusus mengelola, dana memang dapat dihimpun dalam jumlah besar. Dengan dana besar itu, berbagai program pemberdayaan dapat dikembangkan dan diimplementasikan. Lembaga amil dapat mengembangkan sistem asuransi kesehatan bagi kalangan mustahik. Atau dapat mengembangkan rumah sakit cuma-cuma untuk kalangan fakir miskin. Membangun industri dan pabrik dengan memperkerjakan orang-orang miskin. Atau lembaga juga dapat membangun pasar untuk pengusaha-pengusaha mikro. Di samping dengan lembaga dan dana yang cukup, amil dapat membangun pendidikan yang amat murah dan juga cuma-cuma bagi kalangan fakir miskin.
Dompet Dhuafa (DD) Sumsel menjadi lembaga resmi pertama dan satu-satunya LAZ di Sumsel yang berizin operasional lengkap, baik di tingkat nasional maupun regonal. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan dikantonginya SK Menteri Agama RI No. 239 tahun2016 tentang izin Lembaga Amil Zakat Nasional Dompet Dhuafa.
Yang kedua, keluarnya izin perwakilan untuk tingkat Provinsi Sumsel berupa SK Ka Kanwil Kemenag Provinsi Sumsel No. 44 tahun 2017
Selain aspek legal di atas, berzakat melalui DD Sumsel juga mempunyai keistimewaan, karena seluruh zakat yang dihimpun dari seluruh lapisan masyarakat Sumsel, akan kembali disalurkan di Sumsel sendiri. Tidak kembali ke Pusat.
Lalu, dengan pengalaman selama 24 tahun lebih, zakat, infak dan sedekah yang dihimpun dari masyarakat akan disalurkan secara profesional dan terukur. Baik secara langsung (karitatif) maupun melalui pemberdayaan kalangan dhuafa.
Jangan ragu untuk tunaikan Zakat Anda ke Dompet Dhuafa Sumsel, dengan kemudahan:
Jemput Zakat : HP/WA 0811 7811 440
Transfer Zakat ke:
Mandiri: 1.130.007.653.482
BNI Syariah: 96.96.933.78
a.n. Yayasan Dompet Dhuafa Republika