Dua muda-mudi tampak keluar dari tempat makan fastfood. Sambil berjalan ke arah parkiran motor, sesekali yang laki-laki mengusap-usap jilbab yang melekat di kepala pasangannya. Bukannya mengelak atau merasa risih, sang perempuan malah menunduk manja. Mabuk kepayang keduanya.
Saat tiba di parkiran, seorang ibu tua menghampirinya, sambil membawa mangkuk plastik kecil. Mengharap derma. Refleks tangan sang lelaki mengibas, menghalau agar si ibu menjauh. Berdesir hati sang perempuan, temannya tadi.
Cinta. Menjadi klaim orang-orang muda. Andai salurannya benar ia bernilai pahala. Tapi kalau salah, dosa zina akan jatuh padanya. Adakah cinta kepada sesama mahluk yang benar-benar tulus? Ada tiga cinta.
Pertama, cinta orangtua. Itu wajib selama usia masih bertengger di badan, walau keduanya telah tiada sekalipun, maka kita tetap membina rasa cinta ini. Kedua, cinta kepada pasangan yang sah. Suami dan istri, wajib mencintai sepenuh hati. Walau dengan seiring waktu pernikahan, desir-desir itu semakin hilang, namun Anda harus bisa berjuang 100% untuk mencintai pasangan. Inilah cinta yang berlaku sepanjang hidup Anda.
Kedua cinta di atas, hadir karena adanya rasa memiliki. Orangtua yang melahirkan dan membesarkan kita. Suami atau istri yang hidup dan tumbuh bersama kita. Bagaimana dengan cinta yang ketiga?
Inilah sebenar-benarnya cinta. Walau masuk dalam kategori sekunder, mencintai dhuafa memberikan keberkahan kepada kedua cinta sebelumnya. Mencintai dhuafa memberi peluang kita untuk dicintai oleh mahluk lain.
Wasiat Sang Nabi
Dan ingatlah wasiat Rasulullah SAW kepada Abu Dzar Al Ghifary, “Kekasihku (Rasulullah SAW) berwasiat kepadaku dengan tujuh hal : (1) supaya aku mencintai orang-orang miskin dan dekat dengan mereka, (2) beliau memerintahkan aku agar aku melihat kepada orang yang berada di bawahku dan tidak melihat kepada orang yang berada di atasku, (3) beliau memerintahkan agar aku menyambung silaturahmiku meskipun mereka berlaku kasar kepadaku, (4) aku dianjurkan agar memperbanyak ucapan lâ haulâ walâ quwwata illâ billâh (tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah), (5) aku diperintah untuk mengatakan kebenaran meskipun pahit, (6) beliau berwasiat agar aku tidak takut celaan orang yang mencela dalam berdakwah kepada Allah, dan (7) beliau melarang aku agar tidak meminta-minta sesuatu pun kepada manusia”.
Wasiat yang Rasulullah SAW tujukan untuk Abu Dzar ini, pada hakikatnya adalah wasiat untuk umatnya. Sebagai umat Islam hendaknya menyadari bahwa nasihat beliau SAW ini tertuju juga kepada kita semua.
Orang-orang miskin yang dimaksud, adalah mereka yang hidupnya tidak berkecukupan, tetapi tidak mau meminta-minta kepada manusia. Pengertian ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW :
“Orang miskin itu bukanlah mereka yang berkeliling meminta-minta kepada orang lain agar diberikan sesuap dan dua suap makanan dan satu-dua butir kurma.” Para sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, (kalau begitu) siapa yang dimaksud orang miskin itu?” Beliau menjawab,”Mereka ialah orang yang hidupnya tidak berkecukupan, dan dia tidak mempunyai kepandaian untuk itu, lalu dia diberi shadaqah (zakat), dan mereka tidak mau meminta-minta sesuatu pun kepada orang lain.”
Islam menganjurkan umatnya berlaku tawadhu` terhadap orang-orang miskin, duduk bersama mereka, menolong mereka, serta bersabar bersama mereka.
Ketika Rasulullah SAW berkumpul bersama orang-orang miskin, datanglah beberapa pemuka Quraisy hendak berbicara dengan beliau SAW, tetapi mereka enggan duduk bersama dengan orang-orang miskin itu, lalu mereka menyuruh beliau agar mengusir orang-orang fakir dan miskin yang berada bersama beliau. Maka masuklah dalam hati beliau keinginan untuk mengusir mereka, dan ini terjadi dengan kehendak Allah Ta’ala. Lalu turunlah ayat : “Janganlah engkau mengusir orang yang menyeru Rabb-nya di pagi dan petang hari, mereka mengharapkan wajah-Nya”. (QS An’am [6] : 52)
Mencintai orang-orang miskin dan dekat dengan mereka, yaitu dengan membantu dan menolong mereka, bukan sekedar dekat dengan mereka. Apa yang ada pada kita, kita berikan kepada mereka karena kita akan diberikan kemudahan oleh Allah Ta’ala dalam setiap urusan, dihilangkan kesusahan pada hari Kiamat, dan memperoleh ganjaran yang besar.
Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa menghilangkan satu kesusahan dunia dari seorang mukmin, Allah akan menghilangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Dan barangsiapa yang memudahkan kesulitan orang yang dililit hutang, Allah akan memudahkan atasnya di dunia dan akhirat…” Beliau SAW juga bersabda : “Orang yang membiayai kehidupan para janda dan orang-orang miskin bagaikan orang yang berjihad fii sabiilillaah.”
Rasulullah SAW selalu berkumpul bersama orang-orang miskin, sampai-sampai beliau berdo’a kepada Allah agar dihidupkan dengan tawadhu’, akan tetapi beliau mengucapkannya dengan kata “miskin”.
“Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, matikanlah aku dalam keadaan miskin, dan kumpulkanlah aku bersama rombongan orang-orang miskin”.
Ini adalah doa dari beliau SAW agar Allah Ta’ala memberikan sifat tawadhu` dan rendah hati, serta agar tidak termasuk orang-orang yang sombong lagi zhalim maupun orang-orang kaya yang melampaui batas. Makna hadits ini bukanlah meminta agar beliau menjadi orang miskin, sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Atsir rahimahullah, bahwa kata “miskin” dalam hadits di atas adalah tawadhu. Sebab, di dalam hadits yang lain Rasulullah SAW berlindung dari kefakiran.
Orang miskin duluan ke surga
Beliau berdoa seperti itu, karena beliau mengetahui bahwa orang-orang miskin akan memasuki surga lebih dahulu daripada orang-orang kaya. Tenggang waktu antara masuknya orang-orang miskin ke dalam surga sebelum orang kaya dari kalangan kaum Muslimin adalah setengah hari, yaitu lima ratus tahun.
Rasulullah SAW bersabda : “Orang-orang fakir kaum Muslimin akan memasuki surga sebelum orang-orang kaya (dari kalangan kaum Muslimin) selama setengah hari, yaitu lima ratus tahun”. Orang–orang miskin yang masuk surga ini, adalah mereka yang taat kepada Allah, mentauhidkan-Nya dan menjauhi perbuatan syirik, menjalankan Sunnah dan menjauhi perbuatan bid’ah, menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.
Sebab terlambatnya orang-orang kaya memasuki surga selama lima ratus tahun, adalah karena semua harta mereka akan dihitung dan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Ta’ala. Dalam hadits yang lain Rasulullah SAW berdo’a agar mencintai orang-orang miskin. Rasulullah SAW bersabda : “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu agar aku dapat melakukan perbuatan-perbuatan baik, meninggalkan perbuatan munkar, mencintai orang miskin, dan agar Engkau mengampuni dan menyayangiku. Jika Engkau hendak menimpakan suatu fitnah (malapetaka) pada suatu kaum, maka wafatkanlah aku dalam keadaan tidak terkena fitnah itu. Dan aku memohon kepada-Mu rasa cinta kepada-Mu, rasa cinta kepada orang-orang yang mencintaimu, dan rasa cinta kepada segala perbuatan yang mendekatkanku untuk mencintai-Mu”.
Selain itu, dengan menolong orang-orang miskin dan lemah, kita akan memperoleh rezeki dan pertolongan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Rasulullah SAW bersabda : “Kalian hanyalah mendapat pertolongan dan rezeki dengan sebab adanya orang-orang lemah dari kalangan kalian”.
Beliau SAW juga bersabda : “Sesungguhnya Allah menolong umat ini dengan sebab orang-orang lemah mereka di antara mereka, yaitu dengan doa, shalat, dan keikhlasan mereka”.
Wallahua’lam bishawab. (KJ-04/*)
—
Foto : Anton DC (Di bawah kolong Jembatan Ampera)