Perhatikan urutan penerima zakat yang dipadankan dengan sifat Allah yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana. Kaitan itu harus cermat dipahami pengurus zakat. Bahwa alokasi zakat sungguh-sungguh diprioritaskan untuk fakir dan miskin, sebagai kalangan yang diposisikan dalam urutan pertama dan kedua. Ketentuan ini sangatlah adil. Sebab kondisi fakir miskin, selalu menjerat hingga sukar untuk bisa lepas dari kesulitan hidup. Kemiskinan selalu melahirkan berbagai kemiskinan lainnya. Dengan sifat yang Maha Tahu, Allah memahami kondisi kritis itu. Maka para amil yang mengurus fakir miskin, harus juga memahaminya. Dengan sifat Maha Bijaksana, Allah tempatkan fakir miskin pada prioritas utama penerima zakat. Para amil pun, harus paham prinsip keadilan yang melatari kebijakan Allah ini. Maka amil musti tegas dan berani menolak bentuk intervensi apapun dari permintaan dana yang menyimpang.
Perencanaan memang bagian paling penting dalam setiap kegiatan. Tetapi jika rancangan kegiatan tidak memahami filosofisnya, yang ada sekadar dugaan-dugaan semata. Surah At Taubah [9] ayat 60 di menjadi landasan penting dirancangnya sebuah perencanaan setiap lembaga zakat. Dengan landasan itu, perencanaan jadi lebih mudah menentukan sosok jati diri, arah organisasi dan apa tujuannya. Juga cermat melihat siapa sasaran, apa target dan bagaimana melaksanakan dan mengawasi program. Bahkan nilai filosofis tersebut, menjadi jiwa dalam memaknai keterkaitan antara satu program dengan yang lain.
Banyak cara dalam merancang sebuah perencanaan. Satu kiat menarik adalah menggunakan pendekatan 5 W + 1 H : What, When, Who, Where, Why dan How. Pendekatan 5 W menjelaskan “Apa yang hendak dilakukan, kapan dilaksanakan, siapa pelakunya, di mana pelaksanaannya dan mengapa itu dijalankan”. Dan 1 H menggambarkan “Bagaimana cara melakukannya”. Dengan mengeksplorasi pendekatan 5 W + 1 H ini, akan diperoleh suatu perencanaan yang lebih matang, sistematis, jelas tujuannya, targetnya, arah dan sasarannya. Siapapun yang membaca suatu perencanaan berdasarkan 5 W + 1 H akan mudah memahaminya. Pendekatan ini juga berfungsi memudahkan penyusunan plan of action.
Konsep 5 W berisi tentang content. Konsep 1 H memang how-nya. Jadi 5 W + 1 H merupakan perpaduan antara content dan how. Sebaik apapun isi atau sebuah produk, tak akan laku jika tak bisa menjualnya. Sebaik apapun panen kebun, akan cepat busuk jika tak punya alat angkut atau gagal mengemasnya. Sebesar apapun dana zakat yang dihimpun, tak akan berdampak apa-apa karena bingung bagaimana mengemas program pemberdayaan. Alangkah sayang, organisasi zakat yang punya dana besar tidak paham how-nya. Alangkah sia-sia dana itu tak bisa memberdayakan fakir miskin karena tak bisa merumuskan alat pemberdayaan.
Jika masih sulit menggunakan 5 W + 1 H, tekan berbagai kesulitan itu dengan SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity dan Threat). Sesuai dengan arti akronimnya, SWOT merupakan upaya organisasi memahami kelemahan dan kekuatan dirinya. Tempatkan peluang dan ancaman secara proporsional, agar dapat disiasati organisasi. Maka jangan lupa, dalam memadukan 5 W + 1 H dan SWOT, perancang harus melihatnya dengan bird eyes view. Dalam memantau kelinci, rnisalnya, seekor elang yang terbang punya sudut pandang yang lebih luas. Sekecil apapun gerak, tak lepas dari pantauannya. Bila kondisi yang dipantau semuanya memungkinan, secepat kilat elang memburu dan menerkam sasaran, Elang mengajari kita untuk melihat secara holistik.
Dengan sudut pandang yang luas, elang mengajari mana gerakan yang membahayakan dirinya dan mana yang bisa diabaikan. Seluruh hal memang dicermati. Tapi tak semua hal jadi rnasalah. Seluruh faktor diamati, agar organisasi dapat mendesain perencanaan yang integratif SWOT-lah yang membantu organisasi zakat paham akan kekuatan dan kelemahannya. Dengan pandangan mata burung, peluang dan ancaman yang dideteksi SWOT, dapat lebih diternpatkan secara obyektif Dengan 5 W + 1 H, rancangan desain akan dapat dijabarkan dalam perencanaan yang strategis.
Ini sebuah tahapan yang memang butuh waktu, energi dan kesungguhan semua lini. Entah, apakah tahapan melelahkan ini yang menyebabkan beberapa organisasi zakat merasa tak perlu melakukan proses pereneanaan. Atau merasa tak sanggup hingga tak peduli pada platform organisasi. Proses perencanaan memang meneerminkan karakter organisasi. Ada organisasi yang rela meramu pendekatan 5 W + 1 H dan SWOT, ada juga organisasi zakat yang enggan melakukan tahapan ini. J angankan memadukan, satu pendekatan saja dianggap sangat melelahkan. Bagi mereka, perencanaan hanyalah buang-buang waktu dan biaya. Wallahualam.