Seorang bocah, mulanya berhasil dibujuk menuju bed untuk dikhitan. Tapi, tak lama kemudian ia pun turun dan melarikan diri. Sejenak kemudian, ia berhasil ‘ditangkap’ oleh kedua orangtuanya dan kembali dibaringkan. Ia menangis kencang. Sehingga pegangan kedua orangtuanya kendor. Dan lari lagi..
Begitu salah satu pemandangan dalam kegiatan khitanan massal yang dilaksanakan selama dua hari di dua tempat berbeda. Divisi Kesehatan Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC) Dompet Dhuafa (DD) Sumsel bekerjasama dengan pihak sekolah TK Fatimah dan Perusahaan Listrik Negara (PLN) Pembangkitan dan Penyaluran Jawa-Bali (P2JB) menggelar khitanan massal selama dua hari (Sabtu-Ahad, 13-14 Juni 2015).
Aneka tingkah pola para anak di tengah riuh rendah suara mereka yang hendak dikhitan, tak menghalangi tim medis untuk menuntaskan pekerjaan mereka. Para orangtua pun tak mundur sedikit pun demi mengkhitankan anak mereka.
Sebanyak 152 orang anak yang berasal dari kalangan tak mampu dan yatim piatu, berhasil dikhitan pada kesempatan itu. Dengan rincian 52 orang di TK Fatimah dan 100 orang anak di PLN P2JB.
Sebelum pelaksanaan, salah seorang tenaga medis, yakni dr. Budi memberikan pengetahuan kepada para orangtua dan pendamping tentang bagaimana cara merawat luka akibat proses khitan (sirkumsisi) yang menggunakan laser. Karena menurutnya, di tengah masyarakat masih banyak beredar mitos-mitos yang tidak benar terkait dengan luka paska sirkumsisi ini. (KJ-04/*)