Jernihnya Air, Harapan Baru Warga Palu Pasca Gempa (Bagian Satu)


.
Dusun Tiga, Desa Rogo, Kecamatan Dolo Selatan, Kabupaten Sigi, dulunya merupakan desa yang makmur. Dihimpit pegunungan dengan sumber mata air yang melimpah. Warganya juga ramah dengan profesi yang kebanyakan merupakan petani kelapa dan padi. Namun setelah gempa dan liquifaksi yang menimpa wilayah tersebut pada November lalu, telah mengubah nasib mereka 360 derajat.

Jumat (3/5/2019) siang, sekitar tujuh bulan pasca gempa dan liquifaksi, Dusun Tiga sudah tak semakmur dulu. Warga masih banyak yang bergantung pada tenda-tenda yang terbuat dari terpal. Sebagian membangun gubuk sederhana dari kayu. Sedangkan yang beruntung dapat menikmati fasilitas Rumah Sementara (Rumtara) yang dibangun oleh NGO pasca gempa. Tujuh bulan pasca bencana memilukan tersebut, masyarakat sudah banyak yang mulai meniti kehidupannya kembali. Warga yang kebanyakan petani sudah kembali berladang. Namun ada satu masalah yang belum bisa terselesaikan.

Keberadaan air bersih menjadi hal yang langka di dusun tersebut. Entah bagaimana, kejadian gempa telah memutus aliran mata air di dusun tersebut. Kini yang tersisa hanya air keruh bercampur tanah.

“Di sini adanya air (keruh) itu bang,” terang salah satu warga, sambil menunjukan keran toilet darurat di tengah pemukiman warga.

Setiap harinya, warga bergantung pada air keruh tersebut. Untuk mandi, untuk mencuci, untuk kakus menggunakan air tersebut. Untuk memasak, warga biasa mendiamkan air seharian, menunggu keruhnya air berkurang. Terlihat banyak ember-ember di sekitar pemukiman warga berisi air keruh tersebut. Walau sudah didiamkan seharian, air tetap saja tak sejernih dulu. Terpaksa warga menggunakannya untuk kebutuhan konsumsi.

“Tidak banyak pilhan mas, cuma itu yang kita punya,” terang Ahmad, kepala Dusun Tiga.

Sambil menyusuri sudut-sudut pemukiman warga, Ahmad bercerita mengenai kondisi warganya pasca bencana terjadi.

“Sabar dulu, saya bilang. Hanya sabar yang dapat saya sampaikan kepada warga,” jelas Ahmad.

Ahmad juga menceritkan bahwa banyak warganya yang sakit lantaran mengonsumsi air tersebut. Fase awal pasca gempa menjadi masa-masa tersulit bagi warga Dusun Tiga. Satu per satu warganya jatuh sakit. Masalah pencernaan menjadi yang banyak dikeluhkan warga. Bahkan sampai ada warga yang meninggal karenanya.

“Betul (banyak yang sakit), karena air itu kita pakai untuk konsumsi. Banyak yang mengeluh pusing, mulas-mulas perutnya. Bahkan ada warga kami yang meninggal,” tambahnya.

Sudah ada NGO yang pernah meneliti air tersebut baru-baru ini. Hasilnya, air di Dusun tersebut memang tidak layak konsumsi dengan kondisi yang seperti itu. Banyak dijumpai bakteri air dari sampel yang ditemukan. Namun warga tidak bergeming. Bukan karena tidak paham akan konsekuensinya, namun karena tidak adanya pilihan.

“Sudah ada lembaga kesini, dia kasih penelitian dan memang banyak bakterinya,” aku Ahmad.

Namun kini, warga mulai mendapat harapan baru untuk kembali membangun kehidupannya. Dompet Dhuafa menginisiasi progam Water for Life: Pemanenan Air Hujan (PAH) di Dusun Tiga dan dusun-dusun lain yang bernasib sama.

bagikan ke >>

WhatsApp
Facebook
Twitter