Guru senantiasa dituntut untuk kreatif dalam mengajar. Bukan sekedar tuntas pengajaran, namun juga memastikan bahwa proses pembelajaran anak menjadi efektif dalam memahami bahan ajar. Metode ceramah kini bisa digandeng dengan metode-metode kreatif yang kini terus berkembang. Sehingga bisa menghidupkan kelas dan memicu rasa keingintahuan anak dalam belajar.
Contohnya dalam pelajaran mengarang. Jika sebelumnya mengarang tulisan terasa sulit bagi siswa karena keterbatasan objek karangan – di samping faktor lain seperti kosakata, struktur kalimat hingga ke diksi, guru dapat memanfaatkan metode visual untuk merangsang minat siswa untuk menulis.
Salah satunya dengan memanfaatkan media gambar. Selain berfungsi memperbanyak bahan karangan, media gambar juga dapat dijadikan sebagai alat komunikasi non verbal serta dapat menjadikan suasana kelas lebih hidup. Metode inilah yang dipakai oleh Masita, S. Pd. salah satu peserta program School of Master Teacher (SMT) dalam ujian Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pada Sabtu (23/04) lalu. PTK sendiri sebagai ujian akhir program SMT angkatan I Sumatera Selatan.
Sebelum menggunakan media gambar, Masita melihat kemampuan siswa tempatnya mengajar di MI Ar-Rahman dalam mengarang masih tidak teratur.
“Padanan kalimat yang kurang baik, tidak terhubungnya antara satu paragraf dengan paragraf lainnya sering ditemui dalam karangan siswa,” papar Masita dalam presentasinya di hadapan penguji ujian PTK yang berlangsung di kantor Dompet Dhuafa (DD) Sumsel.
Tak hanya itu, penempatan tanda baca yang keliru, penggunaan huruf kapital yang tidak sesuai juga sering ditemui dalam karangan siswa. Sehingga tulisan karangan menjadi tidak teratur ketika dibaca. Dengan model seperti ini berdampak pada penilaian siswa yang tidak mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) dengan nilai 65. Temuan ini juga dijadikan sebagai bahan pra siklus dalam penelitian Masita yang mengajar pelajaran Bahasa Indonesi kelas 4 dan 5.
Usaha Masita melalui gambar mulai menunjukkan hasil. Rangsangan visual memberikan lebih banyak bahan siswa dalam mengarang. Interpretasi anak dalam membaca gambar dibantu penjelasan dari sang guru, mempu memunculkan banyak bahan tulisan.
Dalam praktiknya, Masita menghadirkan tiga gambar yang terdiri dari gambar pemandangan, gambar bencana longsor dan gambar desa. Dari ketiga gambar tersebut, Masita mencoba mengembangkan objek apa saja yang ada dalam gambar, seperti gambar desa dikembangkan dengan objek hewan ternak, sungai dan sawah yang ada di dalamnya.
Dengan metode ini Masita merasakan perubahan yang berarti. Siswa menjadi lebih mudah dalam menulis. Dalam evaluasinya, ia mencatat peningkatan nilai siswa sudah mencapai nilai 65 pada siklus pertama ini.
Penelitian pun dilanjutkan dengan memperkuat metode gambar pada siklus kedua, sehingga nilai siswa sudah melebihi KKM. Rentetan siklus tersebut menjadi bahan bagi Masita dalam ujian PTK SMT.
fasilitator SMT, Desty Rina Purnamasari menyebutkan ujian PTK adalah tahapan untuk menguji kemampuan guru peserta SMT dalam segi riset tindakan mengajar.
“Jika tes sumatif yang diujikan pekan sebelumnya untuk menguji pemahaman materi, maka pada penilain PTK kali ini lebih ditekankan pada kemampuan analisa guru terhadap kendala siswa dalam pembelajaran dalam kelas,” beber Desty.
“Masing-masing peserta SMT diberikan waktu selama 30 menit untuk paparan PTKnya, setelah itu dilanjutkan dengan pengujian seputar objek PTK oleh penguji,” imbuh Desty.
Ujian PTK ini menjadi tahapan terakhir dalam perkuliahan SMT dan akan diakhiri dengan wisuda yang direncanakan pada 28 April 2016 mendatang. (Wan/KJ-04)