Haji Tathawu’ dan Keutamaan Sedekah

Seperti tahun-tahun sebelumnya, Ibnu Mubarak berada di Kuffah sedang mempersiapkan segala keperluan untuk berangkat haji. Di tengah perjalanan, ia menjumpai seorang wanita duduk di tempat sampah sambil mencabuti bulu bangkai seekor itik. Ibnu Mubarak merasa penasaran, hingga ia bertanya untuk memastikan, “Ini bangkai atau sembelihan?” Perempuan itu menjawab tanpa ragu-ragu, “Ini bangkai, dan saya bersama keluarga hendak memakannya.”
 
Mendengar jawaban perempuan tersebut, Ibnu Mubarak berkata, “Sesungguhnya Allah mengharamkan memakan bangkai.” Kemudian wanita itu membalas, “Sudahlah, pergi saja sana…”

Ibnu Mubarak tercenung dan pada akhirnya ingin tahu keadaan sebenarnya wanita tersebut. Setelah melakukan penyelidikan dan mengetahui kondisi wanita tersebut, ia menyiapkan seekor baghal (hewan hasil perkawinan silang antara keledai dengan kuda) dengan pakaian dan harta benda di atasnya yang merupakan bekal ibadah hajinya sendiri. Ibnu Mubarak kemudian mendatangi rumah wanita tersebut.

la menyerahkan baghal dan barang-barang yang diangkutnya kepada wanita tersebut. Setelah itu, ia memilih membatalkan hajinya dan menetap sementara di Kuffah sembari mencari penghidupan sementara. Karena, seluruh uangnya telah dibelanjakan untuk memenuhi kebntuhan wanita miskin itu.

Setelah tiba waktunya orang-orang yang naik haji pulang ke negeri masing-masing. Abdullah juga kembali ke negerinya. Sesampainya di rumah, berdatanganlah para tetangga dan sanak keluarganya memberi ucapan selamat. Tidak kecuali mereka yang menunaikan ibadah haji pada waktu itu juga.

“Jangan ucapkan selamat kepadaku,” cegah Abdullah. Lalu tanpa malu-malu ia katakan “Tahun ini aku tidak pergi haji.”

“Maha Suci Allah.” Sebut salah seorang diantara tamu-tamunya. “Bukankah engkau membawa titipan uangku dan aku ambil kembali ketika kita bertemu di Arafah?”

“Malahan engkau juga memberi minum aku sewaktu kita bertemu di Mekah?” kata yang lain memberikan pengakuan.

Abdullah bin Mubarak semakin bingung mendengar ucapan-ucapan mereka. “Sungguh, aku tidak jadi ke Mekah,” bantahnya ngotot.

Pada malam harinya, kala tertidur pulas, Abdullah bermimpi mendengar suara gaib. “Hai Abdullah, Allah swt menerima sedekahmu. Kemudian Dia menyuruh seorang Malaikat menyerupainya untuk menggantikanmu melaksanakan ibadah haji.”

* * *
 

Kisah Ibnu Mubarak di atas menunjukkan bahwa sedekah untuk fakir miskin yang amat membutuhkan lebih utama dibanding haji tathawu’ (sunnah). Hingga dia sendiri juga berkesimpulan bahwa di kala masa paceklik melanda, maka bersedekah lebih utama daripada melaksanakan haji sunnah.

Seperti yang telah disinggung dalam tulisan sebelumnya, amalan jika ditinjau dari segi maslahatnya terbagi menjadi dua, yakni amalan yang maslahatnya kembali hanya untuk dirinya sendiri (qashirah) dan amalan yang orang lain pun ikut memperoleh maslahatnya (muta’adiyah). Haji tathawwu’ merupakan ibadah qashirah, sedangkan bersedekah merupakan ibadah muta’adiyah, karena di samping bermanfaat bagi diri sendiri juga bermanfaat bagi orang lain.

Keutamaan yang Solutif
Beberapa ulama kontemporer bahkan memandang masalah ini tidak hanya sebatas keutamaan, namun mereka juga melihat bahwa bersedekah di masa krisis ekonomi sebagai pengganti haji dan umrah sunnah, merupakan salah satu solusi mengatasi krisis. Dengan begitu tidak perIu lagi negeri Muslim yang dilanda krisis berhutang kepada pihak asing atau bank ribawi untuk mengatasinya, karena hal ini bisa terbantu dengan berpindahnya uang biaya haji dan umrah sunnah menjadi sedekah untuk mengatasi krisis.

Hal ini pernah difatwakan oleh Syaikh Al-Qaradhawi selaku Ketua Ikatan Ulama Muslim Internasional, dan beberapa ulama lainnya saat merespon krisis ekonomi Mesir dan semakin meningkatnya jumlah fakir miskin yang terjadi pasca jatuhnya Husni Mubarak.

Umrah Pecahkan Rekor, Somalia Dilanda Kelaparan
Memang, kita bergembira mendengar pernyataan Ketua Komite Nasional untuk Haji Kerajaan Arab Saudi, Sa’ad Jamil Al-Qursyi yang menyebutkan bahwa jamaah umrah tahun ini (2011) jumlahnya naik 30 persen dibanding tahun lalu. Ini pencapaian tertinggi dalam sejarah umrah.

Namun kita juga bersedih, sebab di saat yang sama ternyata daging keledai masuk ke pasar-pasar Libya dan dikonsumsi umat Islam untuk mengganti langkanya daging sapi dan kambing akibat perang saudara. Saat itu pula para wartawan Barat merekam kematian pelan-pelan anak-anak Somalia karena kelaparan. Saking kurusnya karena kurang makan, anak-anak itu tidak sanggup lagi berjalan. Mereka berjalan dengan merayap sambil matanya memandang lemah.

Tidak ada yang salah dari meningkatnya jumlah jamaah umrah ataupun haji. Yang mengkhawatirkan hanyalah jika meningkatnya jumlah itu karena ada jamaah yang sudah melaksanakan haji dan umrah wajib pada tahun-tahun sebelumnya. Apalagi banyak dari mereka yang berIebih uang dan menggunakannya untuk melakukan perjalanan haji dan umrah berkali-kali plus pelesir, tanpa melihat bahwa saudara saudaranya sesama Muslim amat membutuhkan uluran tangan mereka. Wallahualam bishawab.

bagikan ke >>

WhatsApp
Facebook
Twitter