Awal tahun 2006, saya sempat mendatangi Ustadz Yusuf Mansyur untuk berkonsultasi mengenai kehidupan saya yang terus memburuk. Rumah dan mobil sudah terjual, terkena PHK dari perusahaan dan usaha sampingan yang dirintis, perlahan ambruk. Pada tahun-tahun sebelumnya. Beratnya belitan persoalan, Saya mencoba mencari aternatif pemecahan masalah. Salah satunya, saya melahap buku karangan Ustadz Yusuf Mansyur, yang berjudul Cara Gampang Bayar Hutang dan melaksanakan anjuran-anjuran yang ada di buku tersebut. Namun ternyata memang tidak gampang, dan dalam waktu-waktu tersebut tidak ada perbaikan sama sekali malah tambah merosot.
Saya pun berniat kuat, untuk langsung menemui beliau. Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya saya bertemu beliau. Langsung saya utarakan maksud kedatangan termasuk mengenai persoalan yang sedang saya alami. Oleh beliau saya dianjurkan untuk shalat taubat dan sedekah. Malam harinya saya jalankan apa yang disarankan oleh beliau dan menyedekahkan apa yang tersisa di rumah. Saya memasrahkan semuanya hanya karena Allah swt. Terasa sekali malam itu, betapa tidak berdaya sama sekali insan yang lemah ini menghadapi tekanan persoalan hidup. Malam yang terasa sangat panjang dan syahdu.
Alhamdullilah, 2 hari kemudian saya mendapat panggilan kerja dengan jadwal 1 bulan kerja dan 1 bulan libur di sebuah proyek pengeboran minyak di Riau. Saat pergi ke proyek untuk kedua kalinya, tepatnya bulan ketiga semenjak masa taubat nasuha saya, tiba-tiba proyek tidak diperpanjang karena perusahaan yang memakai jasa perusahaan saya kehabisan uang akibat musibah lumpur Lapindo, di Sidoarjo.
Saya sempat bingung dan sempat down, tapi kemudian saya berdoa kepada-Nya. Saya ikhlas dan memasrahkan semuanya. Kemudian saya minta istri saya di rumah untuk sedekah berapapun yang masih ada. Bayangkan pembaca, gaji bulan pertama habis untuk bayar hutang. Dan saya juga menyedekahkan paket soft drink yang saya dapat setiap hari di lokasi proyek. Saya minta tolong penjaga malam untuk membawa paket soft drink itu ke kampung terdekat dan membagikannya kepada anak-anak.
Alhamdulilah, sekembali dari lokasi proyek, saya dapat proyek lain di Papua selama 10 hari dan dijanjikan untuk bekerja permanen di Kalimantan. Sekembali dari Papua saya menanyakan janji tersebut tetapi tidak kunjung ada kepastian. Kemudian saya menjual rumah saya yang terbengkalai pembangunannya. Uang hasil penjualan rumah, sebagian saya untuk mencicil hutang dan sebagian untuk melaksanakan nazar saya 2 tahun yang lalu. Saya datangi Pesantren Darul Quran dan bertemu dengan Ustadz Hendy Irawan, saya tanyakan apa yang harus didahulukan sedekah atau nazar. Beliau bilang nazar juga merupakan sedekah. Akhirnya saya serahkan uang untuk mewujudkan nazar itu.
Sekembalinya dari pesantren saya telpon ke kantor untuk menanyakan perihal pekerjaan di kalimantan dan dijawab untuk datang ke kantor keesokan harinya. Ada kontrak kerja yang harus ditandatangani. untuk mendatangi kontrak kerja selama setahun. Alhamdulilah, lagi-lagi jalan keluar terasa dimudahkan oleh-Nya.
Menjelang Ramadhan, saya berangkat ke Kalimantan sesuai dengan akad kontrak yang telah disepakati. Dari segi materi, gaji yang saya terima jauh lebih baik dari sebelumnya. Setelah bekerja 6 minggu datang lagi cobaan. Entah alasan apa, Pimpinan saya di Kalimantan tidak suka kepada saya dan minta saya dipindahkan ke Jakarta. Saya bingung dan sempat harap-harap cemas takut kehilangan pekerjaan.
Lagi-lagi saya serahkan segala sesuatunya kepada Allah swt dan termasuk sedekah sebagai kesungguhan niat saya.
Sekembalinya ke Jakarta saya diminta untuk menggantikan teman di proyek lain di off shore. Terus terang, saya belum punya pengalaman sama sekali di bidang ini. Saya memberanikan diri untuk ikut training dengan biaya yang cukup mahal. Saya pun mencicil biayanya ke perusahaan. Sekali lagi Allah swt memberikan rahmat-Nya, saya mendapatkan gaji yang jauh lebih besar dari sebelumnya dan sebagian hutang telah terbayar. Semua kejadian ini, memberikan pelajaran berharga bagi saya. Jangan putus sedekah, seberapa pun besarnya dan apa pun bentuknya. Bahkan senyum manis untuk saudara sendiri. Inilah mungkin yang disebut dengan giving addicted. (Mulyadi Hadiwijaya)
*) Ketergantungan Sedekah