
ilustrasi foto: wilga e
Menyusuri persimpangan- persimpangan jalan utama di kota Palembang, sudah menjadi pemandangan umum dimana kita akan menjumpai sekumpulan anak kecil, remaja tanggung bahkan orang tua renta sekalipun yang melakukan macam polah aktivitas yang ujung-ujungnya mengharapkan kepada para pengemudi untuk memberikan sekedar beberapa rupiah kepada mereka. Suatu pemandangan yang lazim yang dijumpai di beberapa kota besar lainnya di Indonesia. Kepada mereka, berbagai macam sikap pula yang dapat kita jumpai dari para pengguna kendaraan bermotor. Ada yang memberi, ada yang mendiamkan. Bahkan tak sedikit yang mencemoohkan. Terlepas dari berbagai sikap tersebut dan argumentasi yang melatarbelakanginya, saya sangat haqqul yaqin bahwa tidak seorangpun menginginkan pemandangan-pemandangan tersebut terjadi didepan matanya. Bahkan dari si pelaku/dhuafa itu sendiri, tidak sebersit pun mereka menginginkan lakon-lakon pekerjaan tersebut.
.
Tapi itulah kenyataannya. Gembar-gembor pembangunan ternyata masih menyisakan mereka-mereka yang tersisih dan tercampak dari kerasnya persaingan hidup. Itu yang tampak langsung dalam pemandangan kita, sedangkan masih ada jutaan penduduk dinegara inii yang mengalami kemalangan hidup yang serupa. Tidak untuk menyalahkan siapa pun yang telah berpartisipasi dalam memberi andil dalam pembangunan selama ini, baik itu dari kalangan birokrat swasta ataupun dari swadaya masyarakat sendiri, namun persoalan diatas tetap merupakan PR bersama bagi kita.Terlebih kita sebagai sesama muslim, yang notabene mereka para dhuafa tersebut adalah kebanyakan adalah muslim juga, maka siapa yang akan menolong umat miskin kalau bukan dari kalangan umat sendiri……?!? Menunggu aktivis budhis yang datang membagi-bagikan berkarung-beras, atau para suster bersalib yang mengajak & menawari untuk sekolah di rumah kebaktiannya…? Jangan salahkan siapa-siapa….
.
Padahal dengan logika sederhana saja sudah terlihat, umat Islam di Indonesia sesungguhnya memiliki potensi dana yang luar biasa besar. Secara statistik penduduk terbesar negara kepulauan ini adalah umat muslim. Khusus bulan Ramadan, potensi itu semakin nyata, khususnya dana dari zakat, infaq, sadaqah. Dan potensi ini cukup besar.
.
—————————————————————————————————————
Andaikan 1 % saja dari jumlah penduduk Palembang ( 1,5 juta jiwa ) yang membayar zakat profesi/pendapatan rutin per bulannya ( dengan kadar yang minimal saja yakni Rp.2.600.000,- X 2,5 % = Rp. 65.000, – ), maka akan ada dana hampir 1 milyar yang terkumpul setiap bulan.
—————————————————————————————————————
.
Saya sangat haqqulyaqin, insyaAllah dengan ke-amanah-an dan keseriusan para pengelola/Amil Zakat, persoalan kemiskinan di Palembang akan sangat terbantu.
.
Itulah potensi umat Islam. Potensi adalah sesuatu yang masih harus digali, dan hasilnya bisa baik dan bisa pula sebaliknya. Tapi, mendiskusikan soal potensi biasanya menjebak, yang akhirnya hanya menjadi macan kertas dan perdebatan tak berujung dengan menggunakan retorika kata-kata “bila”.
Mari segera bertindak, sekecil apapun yang bisa kita sumbangsihkan bagi kemaslahatan ummat. Kemuliaan kita ditentukan dengan sebanyak apa yang telah kita berikan. Diam, mengutuk atau mencaci pun tidak mengubah keadaan.
.
Selalu lebih baik menyalakan lilin ketimbang mengutuk kegelapan. Andakah bagian dari lilin tersebut…….?!?