Desa Sedang-Seterio, terletak di sebelah Tenggara kota Palembang. Desa ini masuk dalam wilayah administratif Kabupaten Banyuasin. Setelah menempuh sekira 30 menit perjalanan dengan jalan aspal dari Kota Palembang, masih terbentang jalan tanah sejauh 9 km untuk sampai ke desa tersebut.
Jalanan desa yang harus dilalui masih berupa jalan tanah yang hanya dikeraskan saja. Sudah dapat dipastikan, jalan tersebut akan hancur di kala musim penghujan. Dan sangat berdebu di kala kemarau, seperti saat ini.
Butuh waktu sekitar 40 menit untuk mencapai lokasi dihitung dari muara jalan raya. Sedangkan waktu total yang dibutuhkan dari Palembang sekitar 1,5 jam. Kiri kanan jalan, banyak ditemui rumah penduduk yang bak terpoles sempurna oleh hempasan debu yang berterbangan di kala ada kendaraan lewat.
Widi, salah seorang relawan yang ikut mendampingi Tim Medis Layanan Kesehatan (LKC) Dompet Dhuafa (DD) Sumsel, bercerita panjang tentang kondisi desa tersebut, pada Kamis (15/10/2015) lalu.
“Sebagian besar warga di sini berprofesi sebagai petani karet dan menjadi karyawan pabrik kelapa sawit. Kalau pagi, sudah pasti keadaan desa akan sepi. Mereka kebanyakan baru berada di rumah menjelang Ashar”, ujar Widi.
Desa Sedang mulanya menjadi desa percontohan untuk tanaman cabai. Namun karena kemarau yang panjang serta penanganan yang tidak lagi optimal, mengakibatkan banyak petani yang merugi akibat tanamannya layu dan rusak. Sehingga, saat ini lebih banyak yang memilih berprofesi sebagai petani karet.
“Di musim kemarau seperti ini, air menjadi sangat sulit. Sungai yang ada di ujung desa pun ikut mengering. Akibatnya mereka mengandalkan air-air tanah yang sudah sangat menipis. Itupun kondisinya sudah menguning dan berbau. Sedangkan untuk minum dan memasak mereka membeli air tangki”, jelas pria yang ditempatkan di Desa Sedang dalam Program Sarjana Penggerak Pembangunan Perdesaan (SP3) dari Kemenpora ini.
Apalagi, beberapa waktu sebelumnya, terjadi kebakaran hebat di dalam hutan desa. Apinya begitu besar dan ikut pula menghanguskan sebagian areal pemakaman yang ada di desa tersebut.
Desa Sedang seringpula dijadikan tempat berkampanye dan menebar janji oleh para calon legislatif maupun eksekutif. “Berulangkali ada calon yang menjanjikan akan memberikan bantuan ini-itu. Akan menggelar layanan kesehatan. Namun kenyataannya nihil. Cuma janji kosong. Sehingga warga di sini menjadi tidak mudah percaya dengan janji-janji.”
Makanya, tak heran, saat tim mengadakan kegiatan pemeriksaan kesehatan gratis di Balai Desa Sedang, seorang warga mendekati panitia dan bertanya, “Ado duitnyo dak dek”.
Walau terkejut, sang relawan tetap tersenyum dan menggelengkan kepala, sambil menjelaskan bahwa kegiatan ini murni untuk kesehatan dan bukan kegiatan kampanye.
Warga itupun menganguk-anguk tanda mengerti sambil balik badan, setelah menerima obat dan masker yang dibagikan.
“Makanya, saat saya berinisiatif mengundang DD Sumsel untuk masuk ke sini. Saya dan teman-teman Karang Taruna Desa Sedang, berusaha benar meyakinkan para warga untuk menghadiri kegiatan hari ini”, sambungnya.
Usaha Widi dan teman-teman membuahkan hasil. Banyak warga yang kemudian berduyun datang menyongsong bantuan air bersih dan layanan kesehatan gratis yang dibawa oleh Tim LKC DD Sumsel.
Desa Sedang Suak Tapeh merupakan potret sempurna, bagaimana keadaan desa-desa di Banyuasin pada umumnya. Lokasi yang jauh dan terbatasnya akses transportasi jalan menjadi kendala dalam pemerataan pembangunan dan pengadaan fasilitas-fasilitas public di daerah tersebut. (KJ-04)