DD Sumsel Siapkan Program Kemandirian Bagi Pengamen Jalanan

Palembang, DD Sumsel – Jalanan. Menjadi tumpuan terakhir bagi kebanyakan masyarakat marjinal yang terpinggirkan secara ekonomi dan sosial dari derasnya pembangunan. Tuntutan kebutuhan untuk menyambung hidup, sulitnya mendapat pekerjaan yang layak dan setumpuk besar fenomena sosial lain membuat mereka suka tak suka, akhirnya turun ke jalan.

Banyak profesi yang menjadi magnet penarik mereka ke jalan. Ada penjual Koran, pedagang asongan, pengamen, pengemis, pembersih kaca jendela dan lainnya. Pendapatan yang tak  menentu hingga semakin banyak ‘pemain’ yang turut mencari rezeki di jalan, semakin menambah beban frustasi mereka dalam menjalani hidup.

Dompet Dhuafa (DD) Sumsel melalui pintu program Insitut Kemandirian mencoba masuk ke dalam komunitas pengamen. Hal ini diawali dengan diturunkannya beberapa orang relawan DD Sumsel untuk mensurvei para pengamen tersebut.

Diakui oleh Kemas Ronald Rizky, tak mudah untuk mendekati mereka. Tatapan curiga saat dihampiri  dan terkesan tertutup saat wawancara menjadi tantangan pertama bagi tim survey.

“Mereka sempat menaruh curiga kepada kita. Untunglah, saat tahu bahwa tim survey adalah adik-adik mahasiswa bukan dari Dinas Sosial, mereka mulai terbuka”, ujar Ronald.

Menurut Ronald, rata-rata mereka mengaku terpaksa hidup di jalanan. Apalagi, berdasarkan Peraturan Daerah No.44 Tahun 2002 tentang Ketertiban Umum, dalam salah satu pasalnya disebutkan bahwa “Masyarakat dilarang memberikan uang, barang, makanan dan sejenisnya kepada pengamen, pengemis atau gelandangan di jalan protokol metropolis”.

Lalu dalam bagian yang lain, ditulis “Masyarakat dilarang membeli makanan, minuman dan dagangan lainnya yang dijual di perempatan lampu merah”. Serta, “Masyarakat dilarang membuang sampah atau kotoran di jalan”.

Dan dalam rangka penegakan isi Perda tersebut tentu ada konsekuensinya, yakni denda bagi para pemberi sedekah pada gepeng maksimal Rp 5 juta atau kurungan 3 bulan.

Salah seorang pengamen bernama Aas (bukan nama sebenarnya), menyampaikan “Sulit sekarang hidup di jalanan. Ke sana kemari,turun naik bis kota menyanyikan lagu kepada penumpang yang terkadang hanya dapat beberapa rupiah saja”.

Aas juga mengeluh, bahwa dirinya setiap pagi berangkat dari rumah untuk ngamen dengan harapan bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarga. “Hasil kadang-kadang besar, kadang kecil. Tidak menentu. Satu hari kadang hanya mampu mendapat 20.000 dan paling besar ketika penumpang banyak yang memberi sekitar 40.000 perhari tapi sudah dipotong uang makan dan rokok”, kesah Aas.

Belum lagi razia Dinas Sosial yang sewaktu-waktu bisa menangkapnya. Budi (nama samaran) salah seorang pengamen senior, juga mengeluhkan perlakuan aparat yang menangkap teman-teman seprofesinya yang sangat tidak manusiawi. “Banyak teman yang tertangkap. Rata-rata alat musik mereka disita, jika ada duit di kantong juga disita. Parahnya ada yang ditangkap, disatukan dengan ruangan yang diisi dengan orang gila”, cecar Budi ketus.

Ia menawarkan diri, jika tim survey mau melihat lokasi tempat teman-temannya ditangkap untuk membuktikan omongannya.

Budi juga mengakui jika anaknya tidak bersekolah. “Terus terang aku tidak mampu membayar biayanya. Walaupun katanya sekolah sudah gratis, tapi biaya lain tetap saja mahal”, ujarnya.

Walaupun nada pembicaraannya ketus dan sinis, namun Budi tetap menaruh harapan kepada Pemerintah. “Aku dan kawan-kawan inginnya pemerintah lebih peduli dengan pekerjaan mereka. Kalaupun memang tidak boleh ngamen, kita-kita ini diberikan solusi. Apa diberi modal untuk jualan atau pekerjaan apalah. Jangan kami dikejar-kejar seperti teroris”, harap Budi.

Ketika DD Sumsel menawarkan kesempatan untuk ikut pelatihan peningkatan skill atau kemampuan lain, ternyata minat mereka sangatlah luar biasa. “Utamanya, mereka sangat ingin kembali ke sekolah. Sedangkan para pengamen senior lebih memilih diberi keterampilan dan bantuan modal”, cerita Ronald.

Saking semangatnya, mereka sanggup meninggalkan profesi mengamen jika diberi pelatihan usaha dan modal. “Mereka meminta pelatihan usaha dan bantuan modal. Mereka rela dianggap kriminial jika melanggar perjanjian kelak”.

Saat ini, DD Sumsel dalam tahap pendataan. Diharapkan dalam beberapa waktu ke depan, akan dilaksanakan serangkaian kegiatan dan pelatihan kepada para pengamen jalanan ini. “Institut Kemandirian yang akan meng­-handle langsung”, tutup Ronald.

DD Sumsel sebagai salah satu lembaga zakat di Kota Palembang, memanfaatkan asnaf zakat, infak dan sedekah yang dikelolanya untuk pemberdayaan ekonomi bagi kaum dhuafa. Salah satunya dengan mendekati komunitas pengamen jalanan ini. Kepedulian Anda para donator sangat diharapkan untuk memberikan kesempatan bagi mereka untuk memperbaiki kualitas hidupnya, terutama di sector pendidikan dan keterampilan. (KJ-04)

bagikan ke >>

WhatsApp
Facebook
Twitter