Cerita Andre, 7 Tahun Mengantarkan Jenazah

Palembang-Berawal dari kecintaannya pada kegiatan kemanusian dan membantu sesama, Andriadi Akbari, memilih jalan hidup yang pastinya tak semua orang sangup menjalaninya. 

Pria yang lebih dikenal dengan sebutan Andre ini, pada April 2013 memilih bekerja sebagai pengelola gedung dan driver Ambulance Klinik Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC) Dompet Dhuafa Sumsel. Sebuah pekerjaan yang tentunya butuh keberanian, mental yang kuat dan keikhlasan.

Itu karena, ia dalam bekerja sebagai driver Ambulance Dompet Dhuafa Sumsel, pastinya tidak mengenal waktu, berani melewati segala perjalanan yang terjal dalam mengantarkan jenazah dan tak mengenal jarak.

Masa kerja pun membuktikan itu. Pria dengan dua orang anak ini, kini telah menjadi bagian dari layanan siaga Ambulance antar jenazah atau pasien secara gratis dari DD Sumsel telah hampir 7 tahun.

Tidak terhitung lagi, berapa pasien yang ia bantu dibawa ke rumah sakit ataupun berapa jenazah yang sudah ia antarkan pulang ke rumah duka.

Semua punya cerita dan tidak mudah. Sebut saja seperti mengantarkan jenazah anak Panti Asuhan dari Masjid Cheng Ho ke Cinta Manis, Banyuasin.

“Saya ingat, itu pada Agustus lalu. Saat baru kembali dari Indralaya, Kabupaten Ogan Ilir, setelah sampai di rumah, belum sempat ganti baju atau minum segelas air, langsung dihubungi untuk membawa jenazah anak panti asuhan ke pemakaman di Cinta Manis, Banyuasin. Saat di hubungi itu, pukul 20.30 WIB,” ungkapnya. 

Tak hanya mengantarkan jenazah ke tempat pemakaman, ia harus berpacu dengan waktu karena jenazah harus dimakamkan pada malam itu juga. Sementara medan menuju Cinta Manis, Banyuasin terbilang sangat sulit.

Sepanjang perjalanan memasuki Cinta Manis adalah tanah liat, tanpa lampu jalan, dan berada di pertengahan kebun sawit yang sepi. Hujan turun dengan sangat deras membuat jalan menjadi sangat licin.

“Pemakaman jenazah berada di pertengahan kebun sawit itu. Sangat gelap dan sepi sekali sepanjang perjalanan. Saya ingat sekali, sampai di pemakaman pukul 23.00 WIB dan baru tiba di Palembang pukul 02.00 dini hari,” jelasnya.

Beda lagi dengan mengantarkan jenazah Mahasiswa Universitas Sriwijaya (Unsri) ke Jambi. Perjalanan yang ditempuh memang tidak sesulit ke Cinta Manis, tapi jarak perjalanan cukup jauh,  sehingga harus memakan waktu yang tidak sebentar. Hujan pun mengiringi perjalanan menuju Jambi kala itu.

“Kalau di ingat-ingat, setiap mengantarkan jenazah memang selalu hujan. Kebanyakan juga malam hari, tapi itu saya nikmati. Tak sedikitpun ada rasa takut sama sekali, karena itu sudah jadi panggilan dari jiwa dan saya lakukan dengan ikhlas dan berserah diri pada Allah SWT,” ujar warga Tegal Binangun, Plaju ini.

Jenazah ia bawa, selalu diperlakukan dengan hormat,  sama halnya dengan orang yang masih hidup. Dengan niat yang baik, meski perjalanan cukup mengkhawatirkan, tapi semua berjalan baik dan semua diberikan keselamatan.

“Setiap tiba di rumah duka, ucapan terimakasih dari keluarga yang berduka sudah sangat membuatnya senang. Tapi, kadang ada saja juga yang menjadi kebahagian lain, seperti saat mengantar jenazah Mahasiswa ke Jambi, secara mengejutkan saya bertemu tetangga lama yang sudah 20 tahun tidak bertemu. Kami sangat dekat, kami sangat senang, ini jadi salah satu manfaat lain dari pekerjaan ini,” jelasnya.

Menjadi driver Dompet Dhuafa Sumsel dan mengantarkan jenazah atau orang yang lagi sakit, itu sudah menjadi panggilan jiwanya. 

“Membantu dhuafa membuatnya sangat senang, nyaman, dan selagi diberikan kesehatan ingin terus mengabdi buat Dompet Dhuafa Sumsel lewat layanan program mengantar jenazah dan orang sakit secara gratis,” jelasnya. Zal

bagikan ke >>

WhatsApp
Facebook
Twitter