Catatan Kecil Observasi Peserta SMT Palembang

Andiwijaya saat usai melakukan observasi di salah satu sekolah yang salah satu gurunya menjadi peserta SMT Angkatan VI Palembang.

Andiwijaya saat usai melakukan observasi di SDN 240 Kertapati, yang salah satu gurunya menjadi peserta SMT Angkatan VI Palembang.

Oleh : Andiwijaya

(Fasilitator Program School of Master Teacher Palembang)

Catatan kecil ini saya buat berdasarkan pengamatan observasi yang dilakukan terhadap para peserta program School of Master Teacher (SMT) Dompet Dhuafa. Sepanjang dua pekan pengamatan, ada beberapa hal yang saya temukan dan mudah-mudahan bisa menjadi renungan buat kita semua terkait dengan profesi guru ini.

  1. Guru yang bukan guru

Saya tidak memvonis. Pengamatan saya, masih ada guru yang belum menjalankan perannya sebagai seorang guru. Menjadi guru karena terpaksa daripada tidak bekerja sama sekali. Memilih jadi guru walaupun gajinya pas pas-an, lumayan dariapada menganggur. Artinya panggilan hatinya bukan menjadi guru.

Biasanya ini terjadi pada guru muda yang jam terbang masih rendah, belum menemukan passion dalam mengajar. Namun akan menjadi ironis, jika terjadi pada guru yang sudah mengajar bertahun-tahun. Tentu ada hal yang harus diperbaiki.

  1. Guru biasa

Ini terjadi pada kebanyakan guru di sekeliling kita. Motivasi mereka bukan lagi, asal-jangan-menganggur. Tapi sudah sadar dengan pilihan untuk menjadi guru. Tipe kedua ini adalah guru yang siap mengajar, namun ‘dengan syarat’ seluruh sarana-prasarana telah disiapkan seperti kurikulum, alat ajar dan lainnya. Mereka tidak mau ambil pusing.

Kelemahannya, guru biasa ini menerapkan asal gugur kewajiban. Sudah sesuai dengan kurikulum, bahan ajar sudah selesai namun urusan apakah anak sudah paham atau sekedar tahu, tidak terlalu dipedulikan. Apalagi harus terus mengikuti perkembangan anak didiknya, dianggapnya bukan lagi tanggung jawabnya. Guru jenis ini kurang bersemangat, dan kurang kreatif.

  1. Guru Profesional

Setingkat di atas guru biasa ada guru profesional. Guru yang terus menggali kemampuannya dalam mendidik sampai menjadi ahli, menguasai materi, kemampuan menyampaikannya sangat baik, mencintai profesinya dan bekerja keras dan penuh kesungguhan dalam mendidik. Bertanggungjawab terhadap apa yang diajarkan.

Guru jenis ketiga ini telah mampu melibatkan komitmen pribadi yang mendalam terhadap dunia kependidikan. Artinya ia komitmen terhadap profesinya pekerjaannya.

  1. Guru hebat

Menjadi guru adalah pilihan sadar, merupakan panggilan jiwa, pekerja ikhlas tetapi cerdas dan tetap bekerja keras, selalu melibatkan hati dalam seluruh aktifitas. Menjadi teladan terbaik saat di sekolah ataupun tidak, baik sebagai pribadi sebagai guru ataupun keluarga saat dipimpin ataupun pemimpin. Ia mampu memberikan pengaruh terhadap jalan hidup anak didiknya. Ia terus mencari celah bagaimana proses belajar menjadi menyenangkan dengan proses-proses kreatif yang lebih melibatkan anak didiknya. (KJ-04/*)

 

bagikan ke >>

WhatsApp
Facebook
Twitter