AGUSWANDI (Fundraising DSIM)
Sebagai kalangan yang berposisi untuk memediasi antara kalangan muzakki (wajib zakat) dengan mustahik (berhak dana zakat), lembaga zakat kiranya memiliki peran yang sangat signifikan dalam usaha mengelola dana umat. Fakta ini dapat terlihat jelas dengan peningkatan jumlah penghimpunan dana zakat setiap tahunnya serta peningkatan jumlah lembaga zakat dari tahun ke tahun.
Sudah cukup banyak memang masyarakat yang mempercayakan pengelolaan dana zakatnya melalui lembaga, namun masih lebih banyak lagi masyarakat yang belum membayarkan zakatnya meski sudah masuk kategori wajib zakat dan mereka yang mengeluarkan zakatnya secara perorangan tidak langsung dan tidak terlembaga.
Pada dasarnya, menunaikan zakat secara langsung adalah hal yang sah, namun acap kali manfaatnya jauh lebih besar ketika zakat tersebut dikeluarkan melalui lembaga yang kemudian dapat dikelola secara profesional dan proporsional.
Di samping itu, penyaluran zakat melalui lembaga dapat menghindari beberapa hal yang tidak diinginkan akibat dari penyaluran yang tidak sistematis. Setidaknya ada dua hal yang dapat dihindari ketika muzakki menunaikan zakatnya melalui lembaga.
Pertama, Pamer Kebajikan. Situasi seperti ini kerap kali terjadi ketika orang yang memberikan zakat dalam bentuk bantuan langsung merasa bangga ketika banyak orang miskin yang menadahkan tangannya untuk mengharapkan lembaran rupiah yang dapat dipastikan hanya dapat bermanfaat dalam hitungan hari saja. Selain itu, peristiwa-peristiwa tragis pun tak luput mewarnai ritual tersebut mulai dari timbulnya korban akibat desak-desakan hingga yang berujung pada kematian.
Kedua, Pelestarian Kemiskinan. Situasi pelestarian ini terus terjadi mana kala penyaluran zakat hanya dilakukan perorangan dan tidak terlembaga, alih-alih untuk mengurangi bahkan menghilangkan kemiskinan, justru hal sebaliknya yang akan terjadi. Hal ini disebabkan karena dana zakat yang dikeluarkan secara perorangan dan langsung nilainya jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan dana zakat yang dapat dihimpun melalui lembaga, sehingga sering kali bentuk-bentuk penyaluran perorangan hanya sebatas memenuhi kebutuhan konsumtif semata, tanpa pernah terlintas untuk berbuat yang lebih jauh dari itu seperti memberdayakan mustahik itu dengan bantuan-bantuan yang lebih produktif.
Seperti halnya program yang pernah digulirkan pemerintah dalam kerangka mengurangi tingkat kemiskinan dengan program Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM) yang hanya berbasis pada pemenuhan kebutuhan konsumtif yang tidak akan pernah menyentuh usaha penanggulangan kemiskinan, justru yang terjadi adalah penangguhan kemiskinan tersebut untuk beberapa hari saja, selanjutnya orang miskin akan tetap dalam kemiskinannya, sehingga tidak heran jika angka statistik mengenai kemiskinan di Indonesia cenderung menurun namun jumlah orang miskin di sekeliling kita cenderung sebaliknya.
Kedua hal tersebutlah yang akan nampak di masyarakat kita ketika menunaikan zakat masih dilakukan secara perorangan, langsung dan tidak terlembaga, tinggal kita yang harus mengambil sikap, untuk terus melestarikan kemiskinan tanpa sadar riang gembira, atau terus berikhtiar mengangkat derajat kaum miskin dengan pengelolaan dana zakat melalui lembaga zakat yang dipercaya sembari meredam hasrat untuk memamerkan kebajikan tersebut. (*)