Memasuki usianya yang ke tujuh bulan – sejak dilaunching bulan Februari 2012 yang lalu, kegiatan pembinaan dan pendampingan terhadap anak-anak yatim terus dilakukan DSIM melalui program yang bernama Yatim Kreatif Indonesia (Yakin) Bisa di bawah pengelolaan Divisi Layanan Masyarakat dan Pengembangan Insani (LMPI). Bagaimana kabarnya sekarang?
“Ada tujuh kakak asuh yang telah berkomitmen untuk mendampingi proses pembelajaran sekitar enam puluh anak-anak Yakin Bisa. Sebagian besar dari kakak asuh tersebut memang telah lama berkecimpung dalam dunia pendidikan anak-anak. Sebagian lain, adalah relawan DSIM yang menyerahkan waktu luangnya di akhir pekan untuk membantu program tersebut”, tutur Sri Rahmawati salah seorang kakak asuh program Yakin Bisa ini.
Para peserta Yakin Bisa sendiri menurutnya, berasal dari anak-anak penerima program beastudi DSIM. Sebagian lagi berasal dari lembaga penyantun anak yatim lainnya yang ada di kota Palembang. “Perempuan dan laki-laki dibina secara terpisah. Ada kalanya mereka kita bagi menjadi kelompok berdasarkan kelas. Setiap kakak asuh mendampingi sepuluh orang adik asuhnya, mulai dari kelas Tiga SD hingga yang sudah duduk di bangku SMP”, lanjutnya.
Setiap pekan, kegiatan dimulai dengan sholat dhuha bersama, dilanjutkan dengan membaca Al Quran dan juga menghafal ayat-ayat pendek. “Lalu dilanjutkan dengan pemberian materi seputar kesehatan, menulis, menggambar, training pengembangan diri, dan diakhiri dengan sholat dzuhur berjamaah”, sambung dara yang juga menjadi staf keuangan DSIM ini.
“Guna mendapatkan semangat dan minat belajat yang besar serta untuk mencegah kebosanan, kita juga mengundang relawan ahli untuk memberikan materi kepada adik-adik secara lebih santai. Tepatnya bermain sambil belajar”, jelasnya.
Seperti yang terlihat pada Ahad (16/9), suasana riuh-rendah terdengar dari pendopoan (aula) bimbingan belajar Sony Sugema College (SSC) yang berada di jalan Dharmapala, Bukit Lama Palembang. Hari itu, diundang seorang relawan ahli, M Harpani untuk mengisi materi menggambar.
Sebelum dimulai, beberapa anak mulai mengeluh kepada kakak asuhnya, ‘Bagaimana kalau saya tidak bisa menggambar?’ Namun, tak lama ia larut dalam aktivitas menggambar yang disampaikan oleh relawan tersebut.
Dimulai dengan mengenalkan bentuk-bentuk dasar geometris seperti segitiga, lingkaran, segiempat lalu dilanjutkan dengan aktivitas menggambar yang dimulai dengan abjad. Anak-anak begitu antusias melihat aneka bentuk garis dan kurva menjelma menjadi gambar-gambar nan lucu. Agar anak tidak bosan, mereka ditantang oleh pemateri untuk membuat gambar dari empat abjad terakhir, yakni W, X, Y dan Z.
Maka menarilah spidol yang ada di tangan mereka. Sembari kening berkerut seakan mencari ide yang seasli mungkin. Ada yang celingak-celinguk, melihat kawan di sampingnya, berharap ada gambar yang bisa ia tiru. Ada yang lancar jaya, menggarap abjad demi abjad dengan baik.
Dan siapa sangka, abjad-abjad rumit tadi mampu mereka terjemahkan menjadi gambar yang unik. Seperti huruf W berupa menjadi tulisan Allah, Es Krim, Mahkota Raja. Huruf X berubah menjadi corak batik, daun, huruf Y ada yang menggambar persimpangan jalan, baju rompi hingga ketapel. Dan huruf Z diubah menjadi naga, bando dan sebagainya.
Kegiatan penyampaian materi ditutup dengan games menebak gambar. Harpani menorehkan coretan garis sedikit, lllu secara perlahan digambar lengkap. Di mana peserta akan menebaknya. Semangat anak kembali menyala, menyapu bosan dan kantuk yang mulai menyergap mereka menjelang Zuhur.
Menjelang ditutup, Harpani menyampaikan bahwa dalam membuat gambar tidak ada gambar yang salah atau gambar yang benar. Melainkan yang dituntut adalah keberanian untuk menggambarkan apa yang ada di benaknya.
Mengapa harus Menggambar?
Aktivitas menggambar identik dengan dunia anak-anak. Walaupun sebenarnya ada nilai pendidikan tersendiri di luar fitrah gambar yang memang lekat dengan dunia anak. Hal ini diamini oleh Dessi Arisanti, manager LMPI yang juga koordinator program Yakin Bisa, “Sewaktu kunjungan studi banding kami untuk program Yatim Kreatif Indonesia (Yakin) ke sanggar belajar milik Dik Doank – seorang artis, seniman, lulusan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) dan penggagas berdirinya sanggar kreativitas Kandank Jurank Doank, mengatakan alasannya kenapa ia sangat ingin mengajarkan materi menggambar pada anak-anak yang belajar di sanggar gratis miliknya, karena dari gambar, anak-anak akan belajar berimajinasi, lalu berani bermimpi, kemudian ia akan mewujudkannya. Dan itu yang ingin kami terapkan di Yakin Bisa ini.”
Selain pemberian materi dan keterampilan, pernah juga penggagas dan penyokong program Yakin Bisa, Yandes Effriady beserta istri mengajak para peserta Yakin Bisa ke toko buku untuk memilih buku kesukaan mereka dengan syarat buku yang mereka beli bukanlah komik, dongeng atau novel. Bisa ditebak, anak-anak begitu gembira memilih buku-buku yang ada di sana, bahkan mereka bolak-balik meminta pendapat kakak asuh untuk memilih buku mana yang lebih bagus.
Tidak hanya itu, anak-anak Yakin Bisa pun menunjukkan prestasi di luar akademik termasuk di dalamnya, mereka sangat menyukai mengikuti perlombaan. Salah satunya mereka pernah mengikuti perlombaan yang diselenggarakan Sekolah Alam Indonesia, dan mereka bisa memenangkan perlombaan halang rintang dan mencari harta karun. (*/Nurbaiti/KJ-04)