Palembang, DD Sumsel — Belman Karmuda MH, SSi menjadi salah satu panelis dalam kegiatan diskusi panel Poverty Outlook yang diselenggarakan oleh Dompet Dhuafa (DD) Sumsel pada Sabtu (31/1/2015) yang lalu. Ia menyoroti perihal kesulitan pemerintah dalam melakukan penyaluran kepada kelompok sangat miskin, dikarenakan faktor ketidakakuratan data yang ia sebut by name, by address.
Berikut selengkapnya, pemaparan dari Belman Karmuda, selaku Kepala Bidang Pemberdayaan Sosial Dinas Sosial Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dalam kegiatan diskusi tersebut :
Keluarga rentan miskin ini apabila tidak kita bantu atau berdayakan, maka ia akan kolaps. Kalau dia sampai kolaps, akibatnya akan menjadi miskin dan menjadi problem sosial yang baru. Seperti apa? Berjudi, merampok dan sebagainya. Banyak terjadi kalau kita baca di media massa.
Kita punya contoh yang rentan miskin. Misal katakanlah, satu keluarga, ada anggotanya pencari nafkah utama bekerja di perusahaan. Lalu tiba-tiba kena PHK, dia paling kuat bisa bertahan hanya enam bulan.
Setelah enam bulan apabila tidak kita berdayakan, orang itu akan menimbulkan permasalahan sosial baru. Bisa jadi kriminal, atau bunuh diri. Ada satu keluarga bunuh diri. Padahal secara kasat mata, betul mereka tidak miskin. Di rumahnya ada tipi. Ada sepeda motor.
Hal inilah yang kadangkala menimbulkan perdebatan antara kami dengan warga di desa. ‘Kok keluarga itu yang dibantu, kami tidak. Kami kan lebih susah dari yang seperti itu’. Dan sebagainya.
Satu lagi contoh, ini yang riil. Fakir miskin yang tidak punya nama, tidak punya alamat. Maksud saya, punya nama tapi sering berubah-ubah. Mobilitasnya tinggi.
Contohnya, mereka yang ada di Simpang Charitas. Tidak bisa kita data.
Saat berada di Simpang Charitas, namanya Abcd misalkan. Dua jam kemudian berpindah ke Simpang Polda, namanya berubah menjadi Badu.
Mereka namanya tidak jelas, alamatnya tidak jelas. Padahal program yang pemerintah jalankan itu, by name, by address. Harus bisa dipertanggungjawabkan, di-SPJ kan. Bahkan pemerintah provinsi sekarang susah untuk memberikan dana hibah. Mereka diminta untuk membuat proposal untuk mengajukan kegiatan.
Jangankan membuat proposal, membaca saja mereka tidak bisa. Proposal apa yang mau dibuat? Hal-hal seperti inilah yang sering terlewat oleh pemerintah, tidak bisa menjangkaunya.
Kita tidak bisa mendatanya. Makanya perlu kiranya kita bersinergi dengan kawan-kawan dari LSM, swasta, Dompet Dhuafa untuk memberdayakan orang-orang terlantar. Yang tidak punya nama dan alamat yang jelas.
Pemerintah selalu dituntut untuk dapat mempertanggungjawabkan, men-SPJ-kan kegiatan apa-apa yang telah dilakukan.
Beruntung saya berada di forum ini (Diskusi Panel Poverty Outlook, red), ada pembina DD Sumsel yang duduk di anggora dewan. Mohon disampaikan melalui forum kepada pemerintah kabupaten/ kota agar bersama-sama bersinergi dalam mengatasi kemiskinan ini.
Pemprov Sumsel sendiri punya beberapa program penanggulangan kemiskinan ini. Ada Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yang menyasar Keluarga Rentan Miskin seperti yang saya singgung di atas, Pemberdayaan Lansia, Pemberdayaan komunitas adat terpencil seperti di Muratara, Bedah Kampung dan sebagainya. (KJ-04)