Setelah ‘tumbangnya’ superioritas IQ (intelligent quotient) sebagai satu-satunya cara ukur kecerdasan seseorang, setelah ditemukannya aneka kecerdasan lain seperti Emotional Quotient (EQ), Spiritual Quotient (SQ), dan lainnya, maka arus peningkatan kecerdasan tak melulu mengarah kepada kecerdasan yang berbasis kognitif semata. Saat ini ada kecenderungan untuk memadupadankan dengan model kecerdasan lain.
Begitu juga paling tidak yang melandasi kegiatan anak-anak Yakin Kreatif Indonesia (YAKIN) hari ahad (13/1/2013) lalu. Bertempat di Sekolah Alam Bukit Siguntang, tim pengasuh YAKIN Dompet Dhuafa (DD) Sumsel mendatangkan dua guru kesenian. Yakni Seni Tari dan Seni Tarik Suara.
“Ini bagian dari pola besar pembinaan kita yakni pembinaan life skill,” ujar Dessi Arisanti Kepala Cabang DD Sumsel saat meninjau kegiatan pada hari itu. Dikatakannya, tujuan kegiatan ini agar nantinya anak-anak YKI punya kemampuan sendiri di bidang seni. “Kita mengundang teman-teman mahasiswa dari Komunitas Tari UNSRI (Kotaru) dan UKM Paduan Suara (Belisario) dari UNSRI. Alhamdulillah mereka berkenan datang. Sebenarnya kita juga ingin menampilkan dua orang anak SMART Ekselensia Indonesia (SEI) asal Sumsel yang Tengah berlibur, untuk mendemokan bentuk kesenian lain. Tapi mereka berhalangan hadir hari ini,” tukas Dessi.
Dua orang yang dimaksud adalah Jefri dan Umam. Keduanya, punya kemampuan memainkan alat musik angklung dan flute serta trash music (musik dari barang bekas).
Feri, pegiat tari dari UKM Kotaru didaulat untuk menampilkan dan mengajarkan Tari Saman kepada anak-anak YAKIN. Mengapa Tari Saman yang dipilih pertama? Dessi memberi alasan, Tari Saman lebih menghentak dan bisa melibatkan jumlah anak lebih banyak. “Saya pernah lihat acara televisi Korea, yang menampilkan Tari Saman. Sambutan para penonton sangat luar biasa. Mungkin karena rentak irama dan kekompakannya. Tapi bukan berarti kita tidak mengangkat tari dari daerah sendiri, misal Tari Tanggai. Ini masalah waktu saja.”
Feri sendiri menyebutkan, dirinya sendiri harus rutin latihan seminggu tiga kali selama tiga bulan untuk menguasai Tari Saman ini. Sedangkan anak-anak YAKIN ini sendiri hanya punya waktu satu minggu sekali.
Menjelang pukul 10.30, setelah pembinaan rutin yang dilakukan oleh para kakak asuh, anak-anak YAKIN dikumpulkan dalam sauna beruangan besar. Setelah makan camilan bersama, mereka kemudian diberikan sedikit pengarahan tentang kegiatan pada hari itu.
Lalu Kak Feri mendemonstrasikan Tari Saman yang rancak itu. Mulanya anak-anak tergelak saat Feri mulai menggerakkan tangannya dengan gemulai. Namun seiring gerak dan meningkatnya rentak gerakan Feri diiringi musik, anak-anak mulai terkesima dengan teraturnya gerakan tari yang unik itu. Tanpa dikomando, mereka memberikan applause meriah saat Feri usai memperagakan Tari asal Aceh itu.
Anak-anak kemudian ditawari yang berminat menari, diajak ke ruangan lain untuk memulai latihan. Sedangkan yang lain, segera diisi oleh Kak Mutia, personel UKM Paduan Suara Belisario UNSRI.
Setelah perkenalan singkat, Kak Mutia segera mengajarkan kepada anak-anak tentang teknik pernafasan. “Jangan anggap remeh ya adik-adik. Bila diolah dengan benar, teknik pernafasan tidak hanya bisa membaguskan suara vokal kalian. Tapi kamu juga bisa mematahkan batu dengannya”, ujar Kak Muti memberi semangat.
Lalu, berbekal keyboard yang disediakan oleh kakak asuh, mulailah adik-adik diajak bernyanyi lagu-lagu daerah dan lagu-lagu nasional. Suasana hari itu menyenangkan bagi anak-anak. Terbukti mereka betah sekali dengan aneka kegiatan yang diselenggarakan. Hujan yang mengguyur tak mengurangi keceriaan mereka, hingga usai seluruh rangkaian kegiatan. (Kontributor : M Harpani)